Kamis 10 Sep 2015 01:00 WIB

Perjalanan tak Terlupakan ke San Siro dan Olimpico

Duomo di Milano terlihat di ujung.
Foto:
Salah satu sudut Corso Buenos Aires.

Milano Centrale

Jam menunjukkan pukul 07.00 ketika rombongan pertama sampai di Milano Centrale railway station atau lebih dikenal sebagai Milano Centrale. Suasana stasiun pusat Kota Milan ini terasa sudah dipenuhi hiruk-pikuk, meski masih pagi.

Saya sendiri merasa sangat takjub dengan model stasiun berlantai empat tersebut. Saya juga terkagum-kagum dengan besar dan luasnya stasiun yang dibuka pada 1 Juli 1931 tersebut. Rekan saya, Argo, juga tidak bisa menyembunyikan kekagumannya dengan stasiun yang memiliki 20 jalur tersebut. “Wow, besar sekali,” katanya.

Kalau saya perbandingkan dengan Stasiun Jakarta Kota, Milano Centrale mungkin lima kali lebih besar. Itu pun stasiun yang memiliki bangunan tinggi dan kokoh tersebut memiliki halaman yang cukup luas di depannya.

Rel yang berada di stasiun ini, tidak termasuk jalur trem yang memang dapat dengan mudah ditemukan di sepanjang jalan. Dapat dikatakan, jalur transportasi berbasis rel maupun bus listrik menjangkau hampir setiap sudut Kota Milan.

Sebanyak 12 orang akhirnya mencoba perjalanan dari Milan ke Roma melalui jalur kereta. Di sini, kami mencoba kereta cepat Trenitalia menuju Roma Termini dengan keberangkatan pukul 08.15. Kata salah satu petugas, penumpang boleh masuk kereta 10 menit sebelum keberangkatan. Dengan jarak sekitar 575 kilometer, kami sampai tepat waktu pukul 11.35. Kami cuma berhenti di Bologna sekitar 15 menit dan Firenze 20 menit.

Hanya saja, kendalanya mungkin terkait harga tiket sebesar 86 euro sekali jalan. Karena rasa penasaran meliputi, akhirnya tetap saja duit sebanyak itu tidak masalah berganti dengan tiket yang dibeli melalui mesin.

Kereta melaju kencang tanpa terasa ada goyangan sedikit pun di sepanjang perjalanan. Asyiknya menikmati kereta cepat, di kira kanan bisa melihat pemandangan alam pegunungan dan areal perkebunan warga. Beberapa kali kereta melewati terowongan yang membelah bukit dan bawah tanah.

Pun sesekali berpapasan dengan jalan tol yang lengang. Meski mobil terlihat kencang melaju di tol, namun kecepatannya kalah jauh dengan kereta yang kami tumpangi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement