Rabu 15 Oct 2014 06:50 WIB
Laporan dari Jepang

Haiku, Puisi Indah 6 x 35,5 Sentimeter

Haiku dengan sebuah haiga di dalamnya. (ilustrasi)
Foto: www.fusionmagazine.org
Haiku dengan sebuah haiga di dalamnya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SAKAI -- Sebanyak 17 nenek-nenek dan kakek-kakek duduk melingkar di depan sebuah meja besar. Pimpinan acaranya kemudian menyebutkan kata: 'Hujan'.

Serentak mereka kemudian langsung menuliskan kata-kata di atas tanzaku --kertas untuk menulis puisi-- yang memiliki ukuran sekitar lebar 6 cm dan panjang 35,5 cm. Kertas itu tertempel di semacam karton tebal dengan ukuran sama 6x35,5 cm.

Kata-katanya tidak banyak, tapi harus terkait 'hujan' yang tadi disebutkan sang pemimpin 'sidang'. Rata-rata hanya tiga kalimat pendek. Mungkin disesuaikan dengan ukuran tanzaku yang hanya muat tiga kalimat pendek.

Dalam hitungan sepuluh menit, mereka telah selesai menuliskan kata-kata indah mereka. Tanzaku dikumpulkan kepada sang pemimpin acara yang kemudian membacakannya satu per satu.

Setiap anggota memberikan skor penilaian terhadap masing-masing karya puisi tersebut. Lalu, pemimpin komunitas itu memberi koreksi atau tanggapan.

Itulah salah satu kegiatan membuat haiku, puisi khas Jepang. Saya bersama sejumlah wartawan Asia Tenggara berkesempatan meliput aktivitas komunitas haiku, Hannya, di Sakai, Jepang, Sabtu (11/10).

''Haiku berhubungan dengan musim. Haiku berbicara tentang alam,'' kata Myoo Aoki (75), salah satu anggota komunitas Hannya, ketika memandu kami melihat-lihat pameran haiku sebelum menyaksikan aksi mereka membuat haiku.

Aoki mengatakan orang Jepang masa lalu sangat dekat dengan alam. Karena itu, haiku selalu terinspirasi oleh keindahan alam Jepang.

Langit cerah..

Awan pekat..

Bunga Camelia seakan ingin bicara.

Aoki membacakan haiku yang berkait musim semi dimana bunga-bunga mulai bermekaran seakan-akan ingin bicara.

''Sebuah haiga, lukisan dalam haiku, bisa menambah nilai sebuah haiku,'' kata Aoki yang awalnya menggeluti dunia lukisan sebelum mendalami haiku sejak 20 tahun.

Dalam kesempatan itu, saya bersama wartawan lainnya pun mencoba membuat haiku.

Angin bertiup kencang

Hujan turun dengan lebatnya.

Rindu pulang ke rumah.

Pimpin acara membacakan satu per satu haiku karya wartawan peserta 'Sakai Asean Week'. Lalu, ke-17 anggota Hannya yang duduk melingkar di depan meja besar itu mulai melakukan voting.

Hasilnya, haiku buatan saya tak berhasil  memenangkan voting. Tapi alhamdulillah, ada satu juri yang memilih haiku buatan saya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement