Jumat 17 Oct 2014 07:39 WIB
Laporan dari Jepang

Ketika Hiromi Sasaki Salah Memilih Gamelan

Hiromi Sasaki dan Rofit Ibrahim dalam sebuah pentas.
Foto: Republika/Didi Purwadi
Hiromi Sasaki dan Rofit Ibrahim dalam sebuah pentas.

REPUBLIKA.CO.ID, SAKAI -- Hiromi Sasaki (35), bukan wanita asli Indonesia. Meskipun demikian, cinta tanpa sengaja telah membuat Hiromi Sasaki selama sembilan tahun terakhir ini giat memperkenalkan budaya Indonesia di ‘Negeri Sakura’ Jepang.

Kami bertemu dalam acara ramah tamah ‘Sakai Asean Week 2014’ yang digelar di Sakai, Jepang, Jumat (10/10) lalu. Dalam pertemuan tersebut, Sasaki menceritakan awal mulanya berkenalan dengan budaya Indonesia.

‘’Saya saat itu berusia 19 tahun, saya nonton pentas seni di Jepang, nonton pentas musik gamelan. Saya terharu mendengarnya,’’ kata Sasaki yang mengaku senang musik etno.

Alunan musik gamelan yang didengar Sasaki itu alunan musik gamelan Bali. Setelah kepincut dengan suara gamelan Bali, Sasaki mulai mencari hingga menemukan kelompok musik gamelan di Osaka.

Ibu dua anak yang sudah main piano sejak usia lima tahun ini sempat dua sampai tiga bulan gabung dengan kelompok musik gamelan tersebut. Tapi, Sasaki merasa aneh karena suara gamelannya berbeda.

‘’Suara gamelannya beda dengan suara gamelan yang saya dengar pada acara pentas seni,’’ kata Sasaki. ‘’Ternyata gamelannya salah. Itu gamelan Jawa, bukan gamelan Bali.’’

Sasaki akhirnya pamit untuk keluar dari kelompok musik gamelang tersebut. Tapi, gurunya melarangannya.

‘’Guru saya malah mengatakan ‘ini sudah takdir bahwa kamu harus belajar gamelan Jawa’. Itu ‘kecelakaan’ pertama,’’ kata Sasaki.

Sasaki akhirnya menuruti perintah gurunya. Dia belajar gamelan Jawa selama satu tahun untuk persiapan masuk Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. ‘’Ternyata lebih enak main gamelan Jawa,’’ katanya.

‘Kecelakaan’ kedua kemudian terjadi. Sasaki kepincut lelaki Jawa teman kuliahnya, Rofit Ibrahim (35), yang kini menjadi suaminya. ‘’Pada 2004, saya pulang ke Jepang bawa mas ini,’’ seloroh Sasaki sambil melirik ke Rofit.

Hana Joss

Di bawah bendera Hana Joss, Sasaki dan Rofit kini mencari nafkah sambil sekaligus mempopulerkan musik gamelan dan wayang di Osaka, Jepang, sejak 2005. 'Hana' berarti bunga, 'Joss' diambil dari kata pada salah satu iklan minuman energi.

‘’Ada peluang karena pentas musik gamelan langka tapi peminatnya banyak,’’ kata Rofit. ‘’Penghasilannya lumayan untuk bayar uang sewa rumah, gas, listrik dan keperluan lainnya.’’

Sasaki dan Rofit, yang menikah pada 2005 dan sudah dikaruniai dua anak Arum Sasaki (8) dan Gong Gandang Sasaki (5), sering mentas pada acara workshop, acara desa atau acara sekolah.

Pada musim panas, mereka biasa pentas sebanyak 10-15 kali setiap bulan. Order sedikit berkurang ketika musim gugur dimana mereka hanya pentas sebanyak lima kali setiap bulan.

‘’Kami juga mengadakan les gamelan di studio kami. Latihannya enam kali dalam sebulan,’’ kata Sasaki. ‘’Ada juga anggota wayang, jumlahnya 20 orang, yang les tari Yogyakarta.’’

Hana Joss juga melakukan modifikasi ketika pentas di depan anak-anak sekolah Jepang. Rofit dan Sasaki menggelar pentas wayang dengan ceritanya dari cerita anak-anak Jepang (Mumutaro).

Rofit mengakui dia bersama Sasaki tidak berobsesi mencetak seniman-seniman yang ahli dalam memainkan gamelan ataupun menjadi dalang. Mereka hanya ingin budaya Indonesia semakin dikenal oleh masyarakat Jepang.

‘’Kami hanya ingin musik gamelan lebih disukai dan dicintai oleh masyarakat Jepang,’’ kata Rofit.

Seperti nama kelompoknya 'Hana Joss', Sasaki dan Rofit berharap bisa menjadi 'bunga' yang terus 'joss' dalam memperkenalkan budaya Indonesia ke publik Jepang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement