Selasa 14 Feb 2023 16:36 WIB

Cegah Penyakit Jantung Bawaan pada Anak, Ibu Hamil Perlu Lakukan Ini

Ada tiga faktor risiko pada ibu hamil yang menyebabkan penyakit jantung bawaan anak.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Ibu hamil dapat melakukan beberapa cara agar anak yang ada di kandungannya terhindar dari penyakit jantung bawaan. (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Ibu hamil dapat melakukan beberapa cara agar anak yang ada di kandungannya terhindar dari penyakit jantung bawaan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyebab dari penyakit jantung bawaan (PJB) pada anak tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko yang bisa dihindari selama kehamilan untuk mencegah anak lahir dengan PJB.

Spesialis anak dr Rizky Adriansyah MKed mengatakan, ada faktor risiko PJB anak pada masa kehamilan ibu, tetapi bukan berarti hubungan itu berupa sebab akibat. Ada begitu banyak faktor risiko, tetapi setidaknya terdapat tiga faktor yang gencar dibahas di banyak literatur belakangan ini.

Baca Juga

“Kalau penyebab tidak diketahui, tapi faktor risiko ada misalnya infeksi rubella, kekurangan asam folat, dan ibu hamil mengonsumi obat-obatan seperti untuk kejang,” kata dokter Rizky yang juga Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dalam webinar, Selasa (14/2/2023).

Ketiga faktor itu bisa mengakibatkan gangguan pada proses pembentukan janin. Sebelumnya, diketahui bahwa ibu perokok dan meminum alkohol, termasuk ke dalam faktor risiko bayi lahir dengan PJB. Akan tetapi, ternyata banyak kasus ibu yang tidak merokok juga melahirkan anak dengan PJB.

Cara mencegahnya bisa dengan tidak melewatkan vaksin rubella. Tujuannya agar selama kehamilan, ibu tidak terkena infeksi apa pun. Penting pula bagi ibu untuk mengonsumsi makanan bergizi dan suplemen asam folat selama kehamilan.

“Ini penting kalau ditanya pencegahannya saat ibunya hamil. Kalau sudah pada bayi kan sudah tidak bisa dicegah,” kata dr Rizky.

PJB merupakan penyumbang terbesar kedua (17 persen) setelah prematuritas sebagai penyebab kematian pada masa neonatus, menurut data di Indonesia pada 2017. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu dari 100 bayi baru lahir menderita PJB dengan 25 persennya merupakan PJB kritis atau dua hingga empat per 1.000 kelahiran hidup.

Menurut drRizky, tidak sampai 50 persen kasus tersebut yang tertangani di Indonesia karena sejumlah faktor. Hal itu bisa karena akses, sarana pemeriksaan, keterbatasan SDM dokter, maupun rendahnya kesadaran masyarakat.

Untuk anak yang ada gejalanya, bisa dilakukan pemeriksaan ekokardiografi. Saat ini, pemeriksaan oksimetri bisa dibilang sensitif, lebih cepat, dan murah dengan dipasang di tangan kanan dan kaki kiri.

Keterlambatan diagnosis masih menjadi masalah di Indonesia. Pemeriksaan paling sederhana bisa melalui oksimeter, atau dengan stetoskop, jika terdengar murmur, maka harus berpikir memeriksakan jantungnya.

Gejala klinis PJB di antaranya kenaikan berat badan yang lambat. PJB kritis bisa dijumpai di usia minggu pertama, 24-48 jam.

Dr Rizky menyebut, edukasi pemeriksaan dapat disaksikan di laman Youtube “Sehatkan Jantung Anak Indonesia”. Menurut dia, tenaga kesehatan seperti bidan bisa dapat melakukan pemeriksaan terkait, tidak sampai lima menit. Diharapkan orang tua dan wilayah daerah bisa segera membantu mendeteksi dini kasus jantung pada anak.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement