Rabu 15 Oct 2014 15:59 WIB
Laporan dari Jepang

Menjaga Tradisi Sambil Bermain Kartu

Permainan kartu Hyakunin Isshu.
Foto: Republika/Didi Purwadi
Permainan kartu Hyakunin Isshu.

REPUBLIKA.CO.ID, SAKAI -- Kamis (9/10) sore itu hujan turun rintik-rintik. Udara musim gugur menghembuskan hawa sejuk sedikit dingin. Suara burung gagak terdengar jelasnya kwak.. kwak...

Saya bersama sejumlah jurnalis Asia Tenggara peserta ‘Sakai Asean Week 2014’ berkesempatan mengunjungi Sekolah Menengah Umum (SMU) Sakai Higashi yang berlokasi di daerah perbukitan Harumidai.

Jam pelajaran sekolah baru saja selesai. Sejumlah murid mengayuh sepeda menuju rumah sambil melambaikan tangan kepada kami.

Namun, masih ada beberapa siswa yang bersedia tetap berada di sekolah untuk mengajarkan kami cara bermain kartu Hyakunin Isshu.

Ya, Hyakunin Isshu, permainan kartu yang menggunakan 100 puisi Jepang (Tanka) yang sudah dibakukan.

Caranya cukup mudah. Orang yang mengikuti permainan Hyakunin Isshu ini terbagi menjadi tiga bagian yakni Torite (peserta permainan), Yumite (orang yang membacakan Tanka) dan seorang wasit.

Jumlah Torite tidak terbatas, bisa enam orang jumlahnya. Yumite berada di pojok, sementara wasit duduk di antara Torite.

Hyakunin Isshu

Cara permainannya seperti ini. Pertama, sebanyak 100 kartu yang berisi ‘bait kedua atau bait sambungan dari tanka’ dibariskan di depan peserta permainan (Torite).

Yumite kemudian mulai membacakan bait awal atau bait pertama dari Tanka. Cara bacanya seperti sedang nembang Sunda.

Ketika akan memasuki bait kedua Tanka, Yumite langsung berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada Torite mencari kartu di antara 100 kartu yang berisi bait lanjutannya (bait kedua).

Yumite akan terus mengulang-ulang sampai Torite menemukan ‘bait sambungannya’.

Torite yang pertama kali mendapatkan bait sambungan dari bait Tanka yang dibacakan Yumite itu yang mendapat satu poin (satu kartu). Tapi, jika ada dua atau lebih Torite yang berbarengan menemukan bait sambungan tersebut, maka wasit yang akan menentukan siapa yang berhak meraih poin.

Jika salah menebak, Torite dilarang bermain pada pembacaan tanka yang kedua dan baru bisa main pada pembacaan tanka yang ketiga. Pemenang permainan Hyakunin Isshu adalah Torite yang paling banyak mendapatkan poin (kartu).

Contoh sederhananya seperti ini. Yumite misalkan membacakan Tanka: ‘Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian’. Maka, Torite akan berebut mencari bait sambungannya yakni ‘Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian’ yang berada di salah satu kartu dari 100 kartu tanka tersebut.

Menjaga Tradisi

Shuji Icitamura, guru SMU Sakai Higashi, mengaku permainan Hyakunin Isshu mengadopsi permainan serupa dari Portugal pada 100 tahun silam.

‘’Permainan kartu Hyakunin Isshu merupakan bentuk apresiasi terhadap budaya, sejarah dan puisi Jepang,’’ kata Icitamura. ‘’Tidak ada hukuman bagi peserta yang kalah.’’

Icitamura mengaku Hyakunin Isshu mulai diajarkan pada tingkat sekolah dasar kelas tiga. Hal tersebut perlu dilakukan agar puisi Jepang (Tanka) tetap terjaga dan tetap hidup.

Sementara Marina Kobayoshi (18), siswa kelas tiga SMU Sakai Higashi, mengaku tidak merasa ketinggalan zaman dengan bermain Hyakunin Isshu ketika sebagian besar pelajar Jepang lebih suka bermain permainan komputer dengan teknologi tinggi.

‘’Permainan tradisional ini membuat saya senang,’’ katanya. ‘’Saya tidak peduli jika dibilang ketinggalan zaman.’’

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement