REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus memilukan yang menimpa seorang balita berusia 3 tahun di Sukabumi, Jawa Barat, akibat infeksi cacing menyita perhatian publik. Kejadian ini sekaligus membuka mata bahwa akibat infeksi cacing yang masif, masalah kecacingan bukan lagi hal sepele.
"Kaget ya, akhir-akhir ini dihebohkan dengan satu berita yang sangat mengenaskan, yaitu seorang balita yang meninggal dan dari tubuhnya ditemukan ada satu kilogram cacingnya," kata Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A, Subsp.Kardio(K) saat seminar media dengan topik "Dampak Cacingan pada Anak" di Jakarta pada Jumat (22/82025).
Menurut dr Piprim, infeksi cacing sering disebut sebagai neglected tropical disease atau penyakit di daerah tropis yang sering diabaikan. "Ini sebetulnya masalah kesehatan serius yang bahkan bisa merampas potensi akademik anak, masa depan anak, bahkan bisa merampas juga nyawa anaknya," ujarnya.
Masalah ini bukan hanya sekadar membuat anak kehilangan nafsu makan, tetapi parasit di dalam tubuh mereka mencuri nutrisi penting yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang. Dampaknya sangat signifikan, terutama jika terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yang merupakan periode emas pertumbuhan.
Pada tingkat nasional, dampak kecacingan dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) pada masa depan. Anak-anak yang mengalami kecacingan bisa mengalami penurunan fungsi kognitif. "Mereka yang seharusnya ranking 1, bisa jadi ranking 1 dari belakang," kata dia.
Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI, Dr dr Riyadi, Sp.A, Subs IPT(K), M.Kes, berbagi pengalaman mengenai kasus kecacingan yang pernah ia tangani. "Pernah kami dapat kasus di rumah sakit saya, kebetulan di Hasan Sadikin Bandung, pernah kami operasi karena obstruksi, dapat cacing sampai 3kg. Tapi anaknya setelah dioperasi, langsung baik dia. Baik kondisinya, nutrisinya kami perbaiki," kata dia.
Dia menegaskan kecacingan jarang menyebabkan kematian secara langsung, melainkan adanya komplikasi yang bisa menyebabkan kondisi fatal. Ia juga menyoroti sifat penyakit ini yang berkembang secara perlahan.
"Kalau kecacingan, hal penting yang harus kita ingat adalah penyakit ini berjalannya lambat, tidak berjalan dengan segera," ujarnya.
Penyakit ini butuh waktu untuk menimbulkan gejala, bahkan hingga gejala berat. Oleh karena itu, kata dia, langkah pencegahan dan pengobatan dini sangatlah penting agar kondisi tidak sampai memburuk. Meskipun tidak menyebabkan mortalitas yang tinggi, kecacingan secara signifikan memengaruhi tumbuh kembang anak karena sifatnya yang berlangsung lama.
Meski tidak menyebabkan kematian secara langsung, kecacingan bisa memicu komplikasi fatal. Karakteristik penyakit yang lambat ini sering kali membuat orang tua terlena. Padahal, penanganan dini sangat penting agar kecacingan tidak sampai menyebabkan komplikasi.
Infeksi cacing
Salah satu penyebab utama penularan cacing adalah melalui tanah. Jika seseorang buang air besar di tanah, telur cacing yang dikeluarkan melalui tinja dari penderita akan berkembang di tanah menjadi bentuk infektif. Faktor inilah yang membuat kesehatan lingkungan menjadi sangat penting.
Jenis-jenis cacing yang sering menular melalui tanah antara lain cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang. Cacing gelang dikenal sebagai cacing yang paling sering menyebabkan masalah karena ukurannya yang besar sehingga bisa menyumbat organ.
Menurut dr Riyadi, mencegah kecacingan membutuhkan strategi komprehensif. Selain pemberian obat cacing massal, edukasi mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti mencuci tangan pakai sabun dan penggunaan jamban sehat, harus terus digalakkan. Selain itu, peningkatan kemampuan SDM dan sarana laboratorium juga penting untuk mendeteksi dan memantau kasus secara akurat.
Penelitian dr Riyadi di Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa faktor lingkungan seperti jarak sumber air bersih dengan tempat pembuangan kotoran yang tidak ideal serta kebersihan perorangan, seperti kebiasaan tidak memakai alas kaki dan kuku yang tidak bersih, menjadi faktor risiko signifikan. Oleh karena itu, edukasi harus mencakup perubahan kebiasaan sehari-hari.
View this post on Instagram