Kamis 14 Aug 2025 06:19 WIB

Ubah Mindset dari 'Kasihan' Menjadi 'Respect' untuk Individu Down Syndrome

Psikolog menyarankan tidak lagi menyebut dengan “penderita” down syndrome.

Rep: Mg161/ Red: Qommarria Rostanti
Individu down syndrome (ilustrasi). Srigme negatif terhadap individu dengan down syndrome dinilai memiliki dampak luar biasa terhadap kesehatan mental mereka.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Individu down syndrome (ilustrasi). Srigme negatif terhadap individu dengan down syndrome dinilai memiliki dampak luar biasa terhadap kesehatan mental mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stigma negatif terhadap individu dengan down syndrome masih menjadi tantangan di masyarakat. Pandangan-pandangan yang meremehkan atau bahkan mengasihani dinilai dapat berdampak serius pada kondisi mental mereka.

Stigma yang tertanam dalam masyarakat, sayangnya, memiliki efek luar biasa terhadap kesehatan mental mereka. Menurut psikolog Pritta Tyas Mangestuti, M.Psi., stigma ini dapat memiliki dampak yang sangat merusak.

Baca Juga

“Stigma ini bermacam-macam dampaknya bisa sangat luar biasa terhadap kesehatan mental anak-anak dengan down syndrome,” ujarnya dalam peluncuran koleksi eksklusif Mothercare di Jakarta pada Rabu (13/8/2025).

Salah satu contoh stigma yang paling umum adalah menganggap bahwa individu down syndrome tidak mampu melakukan hal-hal yang biasa. Selain itu, memberikan perhatian atau rasa kasihan berlebihan juga termasuk stigma yang membuat mereka merasa lemah dan berbeda.

Selain itu, kasus pengucilan yang terjadi di beberapa tempat karena kurangnya edukasi dinilai masih kerap terjadi. Label negatif yang terus-menerus diberikan juga bisa membentuk "self image" yang keliru, sehingga individu down syndrome meyakini pandangan tersebut sebagai bagian dari diri mereka. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan rasa percaya diri mereka.

Self image yang terganggu, takutnya membuat seorang anak turun self esteem-nya dan juga self confidence-nya dan berpengaruh ke lingkungan sosialnya,” ujar Pritta.

Untuk mengatasi hal ini, perubahan pola pikir dan cara pandang adalah langkah pertama yang paling penting. Pritta menyarankan agar pola pikir "kasihan" diubah menjadi "respect" atau "hormat". Hal ini dapat diwujudkan dengan cara berinteraksi yang benar.

“Cara berinteraksi ketika bertemu adalah kita tidak perlu memberikan pandangan khusus ataupun perhatian khusus,” ujarnya.

Ia juga menyarankan untuk mengubah istilah yang digunakan. “Lalu pengucapan seperti penderita down syndrome juga lebih baik diganti dengan anak down syndrome atau individu down syndrome,” kata dia.

Menurut dia, perubahan sikap ini akan memunculkan aksi nyata, seperti mendukung komunitas dan kegiatan yang mewadahi anak-anak down syndrome untuk berkarya. Hal inilah yang mendasari kampanye #MerdekadariStigma yang digagas oleh Mothercare bersama Seribu Paras dan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS).

Melalui kampanye ini, mereka merilis koleksi pakaian eksklusif dengan desain yang dibuat oleh Vanessa, seorang anak down syndrome. Kampanye ini diharapkan dapat menjadi katalisator bagi masyarakat untuk mengubah cara pandang mereka dan merayakan inklusivitas sejati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement