Senin 29 Apr 2024 22:39 WIB

Vape Bukan Pengganti Rokok, Perasa yang Muncul dari Bahan Kimia dan tak Aman

Menurut dokter, tren penggunaan vape dipengaruhi miskonsepsi vape alternatif rokok.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Qommarria Rostanti
Vape (ilustrasi). Vape dinilai bukan alternatif pengganti rokok.
Foto: www.freepik.com
Vape (ilustrasi). Vape dinilai bukan alternatif pengganti rokok.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Konsultan senior dan onkologis medis di Parkway Cancer Center (PCC) Singapura dr Wong Siew Wei mengungkapkan vape bukan alternatif pengganti rokok. Ia mengatakan rasa yang muncul dari vape itu berasal dari bahan kimia.

"Vape ada rasa, bukan rasa untuk pewarna memasak tapi kimia, tidak aman," ucap dia belum lama ini.

Baca Juga

Dia mengatakan tren penggunaan vape di kalangan masyarakat yang meningkat dipengaruhi oleh miskonsepsi bahwa vape adalah alternatif rokok. Selain itu, banyak yang menggunakannya karena tren dan gaya hidup.

"Tidak ada petunjuk bahwa vape pengganti aman dari merokok," kata dia.

Di tengah tren penggunaan vape yang meningkat, ia menuturkan perokok di Indonesia masih tinggi dan didominasi perokok berusia muda. Dr Wong melihat akses yang mudah untuk mendapatkan rokok menjadi alasan perokok di Indonesia tinggi.

Kondisi tersebut berbeda dengan Singapura, ia mengatakan 30 tahun terakhir perokok mengalami penurunan. Akibat harga rokok yang tinggi sehingga akses terbatas.

"Di Indonesia rokok murah dapat diakses anak -anak bisa beli sendiri. Di Singapura 6 kali (harga) dari Indonesia aksesnya sulit," kata dia.

Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah Indonesia untuk lebih menaikkan pajak rokok. Sehingga akses mendapatkan rokok menjadi lebih terbatas. Selain itu ia pun menegaskan kepada masyarakat untuk tidak merokok. "Jangan merokok," kata dia.

Ia pun merekomendasikan agar perokok yang sudah merokok selama 20 tahun dengan satu bungkus rokok per hari untuk deteksi kondisi paru. Dengan menggunakan CT scan dosis rendah memastikan kondisi paru, sedangkan Xray tidak cocok mendeteksi kanker paru.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement