Senin 15 Jan 2018 08:30 WIB

Tahu Lontong Legendaris Kota Malang

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Indira Rezkisari
Tahu Lontong Lonceng legendaris Kota Malang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Tahu Lontong Lonceng legendaris Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejuta sejarah memang sudah mengakar kuat di Kota Malang, Jawa Timur. Tak hanya dikenal sebagai lokasi Kanjuruhan atau kerajaan yang tertua di Jawa Timur tapi juga tempat di mana para penjajah sempat memberikan jejaknya di kota tersebut.

Di dalam dunia kuliner, Kota Malang juga memiliki banyak warung makanan yang sudah ada sejak zaman Belanda hingga kini. Salah satunya warung tahu lontong lonceng yang berada di Jalan Martadinata nomor 66, Kota Malang. Warung yang dulunya hanya menjajakan tahu lontong ini sudah berdiri sejak 1935.

Salah satu pemilik warung, Dewi Mulyati (28) menerangkan, warung pertama kali didirikan oleh nenek suami pada 1935. "Sekarang dipegang generasi ketiganya, itu suami saya, Muhammad Apriono," kata Dewi saat ditemui Republika.co,id, Ahad malam (14/1).

Dewi menjelaskan, melegendanya warung tahu lontong milik keluarga tak terlepas dari sejarah yang ada di Kota Malang. Selain karena usia yang sudah lama, nama "lonceng" juga memiliki arti khusus bagi usahanya. Nama lonceng membuat warung milik keluarganya terkenal dan berhasil terus berdiri hingga detik ini.

Menurut Dewi, warung ini semula berdiri hanya dari tenda yang biasanya dibongkar pasang tiap harinya. Lokasi awal berdirinya warung tepat berada di bawah "lonceng" atau jam besar merah yang berada di Jalan Martadinata. Dengan kata lain, titik lokasi lama tak jauh, yakni hanya berjarak 30 meter dari depot baru mereka saat ini.

"Kita pindah dan baru bisa beli ruko pada 1990 di sini. Ruko ini dibeli oleh pemilik generasi kedua, Pak Haji Buang," jelas dia.

Berdirinya warung di bawah lonceng sebenarnya tanpa sengaja sama sekali. Penentuan lokasi di bawah lonceng murni karena dianggap dekat dengan kediaman rumah dan letaknya cukup strategis untuk berjualan. Oleh karena itu, dia menganggap lonceng sebagai suatu keberkahan bagi keluarganya untuk berusaha menjadi penjual tahu lontong.

Pada awal berdirinya, warungnya hanya menyediakan menu tahu lontong saja. Namun dengan seiring waktu, menu yang ditawarkan pun bertambah menjadi tiga pilihan. Dua menu tambahan tersebut, yakni tahu telor lontong dan tahu telor nasi.

"Yang paling banyak dicari itu tahu telor lontongnya dengan harga hanya Rp 10 ribu per porsinya," kata perempuan berhijab ini.

Karena popularitas tinggi, Dewi menyebutkan, warung yang dimilikinya ini cukup ramai pengunjung setiap harinya. Setidaknya persediaan 10 kilogram telur selalu habis setiap hari. Bahkan, pengunjung yang datang untuk menikmati kulinernya cukup beragam.

Menurut Dewi, bukan orang Malang saja yang menikmati tahu lontongnya. Beberapa wisatawan lokal maupun mancanegara juga sempat menikmati jajanan miliknya. Beberapa di antaranya ada yang dari Jakarta, Kalimantan hingga Belanda. Mereka mengetahui keberadaan warungnya berkat informasi yang tersedia di internet.

Cara membuat tahu lontong sebenarnya sama pada umumnya, yang berbeda hanya pada beberapa hal saja. Tahu, lontong, dan kecap yang dipakai merupakan buatan sendiri tanpa bahan pengawet sekalipun. Kemudian masih mempertahankan memakai bahan baku bambu bakar saat membuat tahu.

"Yang pakai bambu atau kayu bakar cuma tahu kalau untuk gorengnya kita pakai kompor gas. Kenapa kita masih mempertahankan pakai bambu? Selain irit juga bahannya mudah ditemukan," terangnya.

Di sisi lain, Dewi menyebutkan terdapat satu barang yang masih dipakai hingga kini di warungnya. Barang atau alat yang dimaksud, yakni gerobaknya. Gerobak yang kini berdiri di bagian depan ruko itu sudah ada sejak 1935 dengan perawatan terus menerus dilakukan.

Selain di wilayah Jalan Martadinata, Dewi mengatakan, keluarganya sudah memiliki cabang yang berada di wilayah Belimbing, Kota Malang. Jadwal buka warung di sana cukup berbeda, yakni hanya dari pukul 16.00 sampai 23.00 WIB. Sementara untuk yang berada di Jalan Martadinata buka dari pukul 11.00 sampai 22.00 WIB.

Adapun mengenai sejarah lonceng, Penggiat Komunitas Jelajah Jejak Malang, Devan Firmansyah (26) menerangkan, memang sudah ada sejak zaman Belanda. Di masa lalu, jam merah ditempatkan di Stadslock atau lonceng. Kemudian diganti dalam bentuk yang saat ini berada di Jalan Martadinata, yakni jam merah berbentuk besar.

Meski diganti, Devan menerangkan, ingatan kolektif masyarakat tetap menyebutnya "lonceng". "Sehingga tahu lontong itu karena berada di seberang 'lonceng' , makanya disebut 'Tahu Lontong Lonceng'," tambah dia.

photo
Warung Tahu Lontong Lonceng yang terkenal di Kota Malang, Jawa Timur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement