Rabu 15 Oct 2014 11:28 WIB
Laporan dari Jepang

Minum Teh Hijau Terbaik, Harga Secangkir Rp 55 Ribu

Rumah teh Tsuboichi (ilustrasi)
Foto: Republika/Didi Purwadi
Rumah teh Tsuboichi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SAKAI -- Sebuah bangunan tua berdiri kokoh di pinggiran jalan Dai Domichi, Takashinohama, Osaka, Jepang. Gambar gentong warna hijau mojok di sudut kiri atas bangunan.

Di tengah bangunan, ada poster gambar anak-anak sedang minum matcha (teh hijau Jepang) hingga mukanya tertutup mangkok minuman. Ada papan daftar menu di sisi kanannya.

Di pintu masuk yang lebarnya 1,5 meter, ada gorden 50 sentimeter yang selalu tersibak tiap kali ‘terkena’ kepala tamu yang masuk dengan sedikit membungkuk. Itulah Tsuboichi, rumah teh tertua yang diklaim berusia 330 tahun.  

Saya dan jurnalis dari Asia Tenggara lainnya Kamis (9/10) itu berkesempatan mengunjungi Tsuboichi yang sebagian besar bangunannya terbuat dari kayu tersebut. Ketika memasuki pintunya, aroma teh langsung menyergap hidung kami.

Kemudian display beraneka macam teh, aneka produk berbahan baku teh dan peralatan membuat teh terpajang rapih di ruang depan rumah teh Tsuboichi tersebut.

Saya akhirnya mendapati sumber asal aroma teh yang tadi menyergap hidung kami tersebut: sebuah ‘bar’ tempat membuat teh.

Tiga ‘bartender’ sedang sibuk mengaduk membuat teh.

Sang pemilik rumah teh Tsuboichi, Yozo Tanimoto (85), menjamu kami di sebuah meja panjang.

‘’Rumah teh ini merupakan pusat studi teh hijau di Jepang. Saya adalah satu-satunya peneliti teh hijau di Jepang,’’ klaim Tanimoto di depan para jurnalis.

Pelayan kemudian datang dengan membawa semangkuk kecil minuman teh.

Ukuran mangkuknya tidak lebih besar dari  kue wagashi warna biru --kue khas Jepang yang manis rasanya dan ukurannya sebesar kue onde-onde--yang disajikan bersama minuman teh tersebut. 

‘’Itu gyokuro, teh hijau terbaik,’’ kata Tanimoto memperkenal teh yang terhidang di depan kami. ‘’Harganya 550 yen (sekitar Rp 55.000, red). Cara minumnya pelan-pelan.’’

Tanimoto meminta meminumnya pelan-pelan agar kami dapat merasakan sensasinya. Tapi, kami berseloroh meminumnya pelan-pelan karena harga tehnya mahal. Sayang rasanya kalau habis dalam sekali tenggukan.

Gyokuro merupakan teh hijau yang digiling hingga menjadi bubuk. Ketika masih menjadi bubuk, baunya seperti tumbukan daun kering. Dan ketika sudah diseduh, aromanya seperti aroma kue koya.

Rasanya? Rasanya cenderung anta. Tapi, ketika coba mengikuti saran Tanimoto untuk meminumnya pelan-pelan, ada rasa sepet yang berujung pada rasa pahit yang sedikit pekat.

‘’Minum teh hijau tiap pagi, itu rahasia umur panjang saya,’’ kata Tanimoto yang mengaku pernah datang ke daerah puncak, Bogor, untuk menjajaki membangun pabrik teh namun gagal karena ada gerakan PKI pada tahun 1960-an. 

Kami tidak sekadar mencicipi teh hijau terbaik di Jepang. Sensasinya semakin terasa karena kami meminumnya di rumah teh tertua dan bersama sang ahli teh Yozo Tanimoto.

Saya pun menyempatkan diri berfoto bersama sang maestro teh hijau di depan rumah teh Tsuboichi miliknya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement