Ahad 12 Oct 2014 07:01 WIB
Laporan dari Jepang

‘Rambut Perak’ Kagak Ada Matinye

Anggota 'Sakai Silver Center' bekerja membersihkan Taman Daisen, Sakai, Jepang, Jumat (10/10).
Foto: Republika/Didi Purwadi
Anggota 'Sakai Silver Center' bekerja membersihkan Taman Daisen, Sakai, Jepang, Jumat (10/10).

REPUBLIKA.CO.ID, SAKAI -- Pertanyaan itu terjawab di Taman Daisen, Sakai, Jumat (10/10). Jawaban mengapa para manula di Jepang masih ‘gila’ kerja ketimbang menghabiskan masa tua dengan bermain bersama cucu seperti kebanyakan manula di negeri kita Indonesia.

‘’Kami ingin terus bekerja sampai mati,’’ ujar Tatsuji Katayama (73), salah satu anggota ‘Sakai Silver Center’, ketika kami temui di Taman Daisen, Sakai, dalam rangkaian acara ‘Sakai Asean Week 2014’.

'Sakai Silver Center' merupakan lembaga yang memanage para manula menjadi tenaga outsourcing untuk perusahaan ataupun rumah tangga. Lembaga ini pertama kali muncul di Tokyo pada 1975, lalu baru berdiri di Sakai pada 1981.

Jumlah Silver Center di Jepang mencapai 1.300 dimana pengelolaannya di bawah pemerintah setempat. ‘’Jumlah anggotanya di seluruh Jepang mencapai 17.000 orang. Sakai paling banyak dengan jumlah anggotanya mencapai 6.500 orang,’’ kata Takao Kotani (45), project manager ‘Sakai Silver Center’.

Kami menemui Tatsuji yang saat itu sedang memotong rumput Taman Daisen dengan menggunakan guting rumput. Ada juga yang memakai alat pemotong rumput elektrik yang lumayan berat. Apalagi, alat itu digunakan di permukaan taman yang menanjak dengan kemiringan 20 derajat.

Sebagai kepala keluarga, Tatsuji mengaku memiliki tanggung jawab untuk tetap mencari nafkah.

Meski anak-anaknya sudah berkeluarga, uang hasil keringatnya setidaknya bisa digunakan untuk membahagiakan cucunya.

‘’Biasanya saya gunakan untuk membeli kado untuk cucu,’’ katanya.

Namun demikian, uang bukan tujuan utama bagi para ‘Rambut Perak’ --julukan bagi para manula karena warna rambutnya yang ubanan seperti warna perak-- ini tetap ‘gila’ bekerja.

Mereka ingin tetap terus bekerja karena tidak ingin ‘kesepian’ di hari tuanya. 

‘’Para pensiunan biasanya langsung terputus dengan komunitas tempat mereka bekerja dulu,’’ kata Takao.  ‘’Karena itu, kami ingin mengajak mereka bergabung agar mereka tetap memiliki komunitas ketika sudah pensiun.’’

Saya melihat gambaran tersebut di Taman Daisen. Empat manula terlihat bekerja sambil sesekali bersenda gurau sesama mereka. Mereka telah menemukan komunitas barunya.

Tidak hanya menemukan komunitasnya, aktivitas kerja membuat para manula itu tetap sehat dan tidak cepat pikun.

Gaji Lumayan

Uang memang tidak menjadi prioritas utama. Tapi, para anggota ‘Sakai Silver Center’ ini mendapat bayaran yang terbilang lumayan. Bayaran mereka mencapai 40 ribu sampai 50 ribu yen (sekitar Rp 4-5 juta) per bulan.

Bayaran termahal 1.600 yen (Rp 160 ribu) per jam untuk pekerjaan seni seperti pekerjaan memahat. Sementara, bayaran termurah 820 yen (Rp 82 ribu) per jam untuk posisi cleaning service, penjaga loket parkir ataupun tukang kebun.

Jam kerja mereka juga hanya lima jam per hari. ''Mereka rata-rata bekerja 3-4 hari sepekan,'' kata Takao.

Takao mengatakan banyak manula yang tertarik gabung 'Silver Center'. Syaratnya hanya usia yakni minimal usia 60 tahun.

Namun, kata Takao, sejumlah perusahaan kini memperpanjang usia kerja karyawannya menjadi 65 tahun. Jadinya, mereka baru gabung pada usia itu sehingga anggota 'Silver Center' rata-rata berusia 65-70 tahun.

Itu bukan satu-satunya kendala bagi pengelola 'Silver Center'. Sejumlah klien juga tidak ingin menggunakan tenaga outsourcing yang sudah terlalu tua.

''Customer tidak ingin karyawan berusia 80 tahun karena merasa khawatir,'' kata Takao.

''Tetapi ada anggota kita yang usianya 90 tahun, yang bekerja sebagai cleaning service di sebuah gedung,'' katanya. ''Dia bekerja dua jam sehari.''

Tapi, para manula itu gabung 'Sakai Silver Center' bukan untuk mencari uang. Seperti kata Tatsuji, para manula di Jepang hanya ingin terus dan terus bekerja hingga mati. Dan, untuk orang yang 'gila' kerja seperti itu, orang Betawi biasanya bilang,’Kagak ada matinye’.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement