Selasa 18 Nov 2025 08:55 WIB

Konsumsi UPF Dikaitkan dengan Kenaikan Risiko Tumor Usus Besar di Usia Muda

Adenoma kolorektal non-kanker bisa berpotensi berkembang menjadi kanker.

Makanan ultraproses (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Makanan ultraproses (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring meningkatnya kasus kanker usus besar dan rektum pada usia muda di berbagai negara, terutama Amerika Serikat, konsumsi makanan ultraproses atau UPF ikut melonjak. Saat ini, UPF mencakup sekitar 70 persen suplai makanan di AS dan hampir 60 persen asupan kalori orang dewasa. Sejumlah penelitian juga telah mengaitkan tren tersebut dengan risiko kanker tersebut.

Sebuah studi baru yang untuk pertama kalinya meneliti kaitan ini menunjukkan bahwa konsumsi UPF dapat secara signifikan meningkatkan peluang munculnya adenoma kolorektal non-kanker pada usia muda. Yakni polip atau pertumbuhan abnormal di usus besar dan rektum yang berpotensi berkembang menjadi kanker.

Baca Juga

Dalam studi ini, sumber UPF paling banyak berasal dari roti dan makanan sarapan UPF, saus dan olesan, serta minuman dengan pemanis gula atau pemanis buatan.

Peserta dengan konsumsi UPF tertinggi, sekitar 10 porsi per hari, memiliki risiko 45 persen lebih tinggi mengalami pertumbuhan polip sebelum usia 50 tahun dibandingkan mereka yang hanya mengonsumsi sedikitnya tiga porsi per hari. Studi yang melibatkan lebih dari 29.100 perawat perempuan ini dipublikasikan dalam jurnal JAMA Oncology, dikutip dari CNN, Selasa (18/11/2025).

“Studi ini bukan bukti sebab-akibat, jadi kami belum bisa menyatakan hal ini secara pasti. Namun temuan ini memberi petunjuk bahwa apa yang kita makan mungkin berperan,” kata penulis senior studi, Dr Andrew Chan, gastroenterolog dari Mass General Brigham Cancer Institute, Boston.

Ia menambahkan, temuan ini dapat menjadi dasar penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi mekanisme dan jenis makanan yang paling berpengaruh. UPF sebelumnya juga telah dikaitkan dengan berbagai penyakit lain seperti diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

Pendiri True Health Initiative, Dr David Katz, menyarankan masyarakat meminimalkan konsumsi UPF dan lebih banyak mengonsumsi makanan alami seperti sayur, buah, biji-bijian, kacang-kacangan, serta air putih.

Tumor kolorektal non-kanker umumnya tidak menimbulkan gejala, namun bisa menyebabkan keluhan ketika ukurannya membesar, seperti BAB berdarah, nyeri, anemia defisiensi besi, penurunan berat badan tanpa sebab, hingga konstipasi akibat sumbatan. Pemeriksaan skrining disarankan mulai usia 45 tahun atau lebih muda bila memiliki riwayat keluarga kanker kolorektal.

UPF diproduksi dengan teknik industri serta bahan yang jarang atau tidak pernah digunakan di dapur, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Makanan ini umumnya rendah serat namun tinggi kalori, gula tambahan, lemak olahan, natrium, serta berbagai aditif seperti pengawet, emulsifier, penambah rasa, dan bahan pembentuk tekstur.

Para peserta studi merupakan bagian dari Nurses’ Health Study II, penelitian besar yang mengikuti perawat perempuan sejak 1989. Mereka diminta mengisi kuesioner pola makan sejak 1991 dan diperbarui setiap empat tahun, meski peneliti mengakui metode recall diet semacam ini tidak selalu akurat.

Kebanyakan tumor yang ditemukan berasal dari endoskopi sebelum 2015, yaitu sebelum batas usia skrining pertama diturunkan menjadi 45 tahun. Peneliti menduga sebagian peserta menjalani endoskopi dini karena memiliki risiko lebih tinggi, misalnya riwayat keluarga.

Meski demikian, hasil studi tetap menunjukkan hubungan yang kuat antara konsumsi UPF dan peningkatan risiko adenoma klasik, bahkan setelah mempertimbangkan faktor lain seperti indeks massa tubuh, diabetes tipe 2, dan rendahnya asupan serat.

Hal ini mengindikasikan UPF dapat memicu proses biologis tertentu yang mendorong adenoma berkembang menjadi kanker, kata Dr Ganesh Halade dari Tampa General Hospital Cancer Institute. Ia menambahkan, formulasi UPF pada 1990-an berbeda dengan produk saat ini, meski penggunaannya tetap meluas.

Beberapa ahli menduga perubahan mikrobioma usus, peradangan kronis, dan produksi molekul toksik saat makanan ini dicerna mungkin berperan dalam peningkatan risiko tersebut. “Secara tidak langsung, konsumsi makanan ultraproses juga berkaitan dengan obesitas, yang merupakan faktor risiko lain untuk kanker kolorektal,” kata Dr Robin Mendelsohn dari Memorial Sloan Kettering Cancer Center.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement