REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam situasi darurat medis, seperti kasus henti jantung mendadak, waktu adalah penentu utama antara hidup dan mati. Menanggapi pentingnya kesiapan masyarakat, ahli penyakit dalam dan kardiovaskular, Dr dr Birry Karim, Sp.PD., K-KV., menekankan, menguasai teknik memberikan Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basic Life Support (BLS) bukanlah hanya tanggung jawab tenaga medis, tetapi juga keterampilan vital yang harus dimiliki oleh masyarakat umum.
"Henti jantung (cardiac arrest) sebenarnya tidak selalu disebabkan oleh serangan jantung (heart attack). Apa saja gangguan yang tidak disebabkan serangan jantung? Contohnya banyak, ada penyakit yang disebut channelopathy, HOCM (Hypertrophic Obstructive Cardiomyopathy) yang sebenarnya adalah kelainan genetik," kata Birry dalam seminar kesehatan di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Selasa (10/12/2025).
Henti jantung dapat terjadi karena gangguan listrik atau irama jantung (aritmia), atau bisa terjadi karena kelainan genetik seperti HOCM bahkan pada orang yang tampak sehat. Obesitas dan sindrom metabolik dapat memicu aritmia, sering kali melalui komplikasi seperti Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau gagal jantung kronis. Aritmia ditandai dengan detak jantung yang tidak normal atau tidak teratur.
Kepala Departemen Kardiovaskular Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu kemudian mengulas batas waktu kritis untuk memberikan pertolongan pertama jika melihat orang lain menghadapinya. "Kita hanya diberi waktu 10 detik untuk memulai RJP (Resusitasi Jantung Paru). Jika lebih dari 10 detik, oksigen tertunda yang jika pasien selamat, otak tidak mendapatkan oksigen, dan kualitas hidupnya berkurang," kata Birry.
Oleh karena itu, penguasaan protokol RJP kualitas tinggi (High-Quality CPR) menjadi kunci untuk menolongnya. Begitu melihat seseorang mengalami henti jantung, tidak bisa hanya menepuk-nepuknya saja, tapi harus dilakukan Resusitasi Jantung Paru yang benar dengan High-Quality CPR, tekan keras, tekan cepat.
"Dan kita harus memiliki edukasi terkait Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support / BLS). Bantuan Hidup Dasar tidak harus tenaga medis; semua orang bisa memilikinya. Jika itu Advanced Life Support (Bantuan Hidup Lanjutan), itu harus tenaga medis—paramedis atau dokter. Tetapi jika BLS, itu untuk umum karena bisa terjadi di mana saja: di rumah, di kantor," kata Birry.
Untuk meminimalisasi risiko kejadian serangan jantung, Birry menganjurkan masyarakat proaktif melaksanakan skrining kesehatan jantung. Dia mengingatkan penyakit jantung (plak) adalah kondisi progresif yang biasa menyerang usia 40 ke atas, namun dapat dipercepat seiring adanya faktor risiko metabolik seperti pola hidup tidak sehat seperti kebiasaan merokok.
Pencegahan dimulai dengan Know Your Body Status yang mencakup Pemeriksaan Dasar (Know Your Number) dengan rutin cek kolesterol, gula darah, dan tensi. Serta Skrining Lanjutan (Know Your Body) dengan melakukan treadmill test hingga CT Scan jantung untuk memastikan tidak ada penumpukan plak di pembuluh darah. Inisiatif proaktif dalam skrining kesehatan dan kesiapan memberikan pertolongan pertama adalah dua pilar penting untuk mengurangi risiko fatal akibat insiden kardiovaskular mendadak.
View this post on Instagram