Jumat 24 Oct 2025 08:19 WIB

Konsumsi Junk Food dan Kurang Gerak Ortu Tingkatkan Risiko Obesitas Anak

Memperbaiki gaya hidup demi mencegah obesitas sering dilakukan terlambat.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Junk food (ilustrasi). Konsorsium kemudian merinci sejumlah faktor gaya hidup dari ayah dan ibu yang dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak.
Foto: Flickr
Junk food (ilustrasi). Konsorsium kemudian merinci sejumlah faktor gaya hidup dari ayah dan ibu yang dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Krisis obesitas anak di seluruh dunia semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan World Obesity Atlas, diperkirakan lebih dari 750 juta anak di bawah usia 19 tahun akan mengalami kelebihan berat badan atau obesitas pada 2035.

Sebuah studi terbaru telah menemukan krisis ini dapat dipicu bahkan sebelum anak-anak dikandung. Temuan tersebut berasal dari penelitian European EndObesity Consortium, yang mengkaji strategi baru untuk menurunkan kasus obesitas anak.

Baca Juga

Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Pediatric Obesity, para peneliti menekankan bahwa periode 1.000 hari pertama kehidupan menjadi waktu paling krusial untuk mencegah obesitas sejak dini. "Seribu hari pertama kehidupan merupakan kesempatan unik untuk mencegah obesitas anak sejak awal. Namun, strategi pencegahan yang ada sejauh ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan," kata para peneliti seperti dilansir laman Express, Jumat (24/10/2025).

Penelitian ini juga mengungkap upaya memperbaiki gaya hidup demi mencegah obesitas sering dilakukan terlambat, sehingga hasilnya kurang efektif. Selain itu, program yang ada belum banyak membantu mengatasi faktor sosial dan lingkungan yang membuat orang sulit menurunkan berat badan.

Konsorsium kemudian merinci sejumlah faktor gaya hidup dari ayah dan ibu yang dapat meningkatkan risiko obesitas pada anak. Di antaranya adalah berat badan berlebih atau obesitas, peningkatan berat badan berlebihan, pola makan tinggi lemak dan gula, kekurangan mikronutrien, kurangnya aktivitas fisik, kebiasaan merokok, serta tingkat stres yang tinggi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement