Rabu 03 Dec 2025 15:29 WIB

Dokter Ingatkan Risiko Defisiensi Vitamin D pada Anak

Defisiensi Vitamin D pada anak dapat mengancam berbagai aspek vital.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Seorang anak diberikan vitamin (ilustrasi). Dokter memperingatkan masalah kekurangan Vitamin D bukanlah isu sepele.
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Seorang anak diberikan vitamin (ilustrasi). Dokter memperingatkan masalah kekurangan Vitamin D bukanlah isu sepele.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun Indonesia berlimpah sinar matahari, ironisnya, risiko defisiensi Vitamin D pada anak-anak di negeri ini masih berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro, dr Caesar Pronocitro, Sp.A, M.Sc, memperingatkan masalah kekurangan Vitamin D ini bukanlah isu sepele, melainkan krisis tersembunyi yang dapat membawa dampak jangka panjang dan serius terhadap kesehatan generasi muda.

Sering kali terabaikan karena gejalanya yang tidak spesifik, defisiensi Vitamin D pada anak dapat mengancam berbagai aspek vital dalam tubuh, mulai dari struktur fisik hingga kemampuan berpikir. Ia mengatakan cadangan vitamin D pada bayi sejak lahir relatif terbatas.

Baca Juga

“Saat lahir, bayi hanya mendapat 50–60 persen simpanan vitamin dari ibu. Jika ibu mengalami kekurangan vitamin D, maka asupan untuk anak juga akan berkurang,” ujarnya dalam D'Forum: The Miracle of Vitamin D yang diselenggarakan bertepatan dengan lima tahun Prove D3 dari PT Kalbe Farma Tbk di Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Ia menjelaskan bayi berusia 0–6 bulan merupakan kelompok paling rentan mengalami kekurangan vitamin D. “Pada usia ini asupan masih terbatas pada ASI eksklusif, sementara kadar vitamin D di dalam ASI belum cukup memenuhi kebutuhan bayi,” kata dia.

Paparan sinar matahari pada bayi juga perlu dibatasi karena kulit yang masih tipis berisiko mengalami dehidrasi dan iritasi. Menurut Caesar, defisiensi vitamin D dapat memicu berbagai gangguan kesehatan.

“Kekurangan vitamin D pada anak dapat menyebabkan stunting, obesitas, autisme, alergi, dermatitis atopik, hingga penyakit tulang lunak dengan gejala kelemahan otot dan keterlambatan perkembangan motorik,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement