REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit jantung masih mendominasi penyebab utama kematian global dengan lebih dari 20,5 juta kasus kematian per tahu. Obesitas atau kelebihan berat badan dinilai menjadi salah satu faktor pemicu munculnya penyakit jantung.
Dari catatan global menampilkan indeks massa tubuh tinggi (BMI ≥25 kg/m²) menjadi faktor risiko metabolik utama yang memantik jutaan kasus penyakit jantung iskemik, penyakit jantung akibat hipertensi, serta stroke setiap tahunnya. BMI tinggi secara konsisten menempati peringkat bersama tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi sebagai tiga penyebab utama penyakit jantung se-dunia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menyampaikan prevalensi penyakit jantung di Indonesia terus meningkat. Kondisi ini menimbulkan beban ekonomi yang sangat besar, khususnya penyakit jantung koroner yang sangat terkait dengan BMI tinggi.
"Pengurangan obesitas sangat penting untuk menurunkan beban penyakit kardiovaskular pada populasi kita," kata Nadia dalam keterangannya pada Senin (29/9/2025).
Nadia menerangkan perkembangan teknologi menjadi faktor yang membuat pola hidup dan pola makan masyarakat kian berubah. Nadia mengamati publik mestinya dapat memanfaatkan teknologi untuk mengukur tingkat aktivitas gerak yang dilakukan setiap hari.
"Karena kalau zaman dahulu kita kalau mau makan itu pasti ibu masak di rumah, atau kalau mau ke warung makan itu kita bergerak jalan. Kalau sekarang kan itu kita tinggal gunakan telepon selular, terus beberapa menit kemudian makanan datang. Kita enggak masalah memanfaatkan kemajuan teknologi, tapi ingat masih banyak yang bisa dimanfaatkan. Misalnya ngukur setiap langkah kita setiap hari itu minimal 10 ribu langkah," ujar Nadia.
Sedangkan InfoComm Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Vito A. Damay menerangkan perubahan gaya hidup menjadi pilar utama penanganan obesitas dan penyakit kardiovaskular. Tapi dari European Society of Cardiology melalui Clinical Consensus on Obesity and Cardiovascular Disease 2024, maupun PNPK Obesitas di Indonesia mengungkap banyak kasus intervensi gaya hidup saja tidak cukup.
"Bagi dokter spesialis jantung, penting untuk memandang obesitas dan penyakit jantung sebagai kondisi kronis yang saling terkait, serta memastikan pasien mendapatkan perawatan komprehensif berbasis bukti yang dapat menurunkan risiko," ujar dokter Vito.
Sementara itu, Novo Nordisk Indonesia menekankan dukungan terhadap agenda nasional pemerintah menurunkan penyakit kardiovaskular. Caranya dengan menangani obesitas lewat solusi inovatif berbasis bukti ilmiah.
Novo Nordisk Indonesia ingin meningkatkan kesadaran terhadap penyakit jantung agar orang Indonesia lebih memahami cara melindungi jantungnya. Salah satu kontributor terbesar penyakit jantung adalah kelebihan berat badan dan obesitas.
"Menurunkan berat badan baik melalui perubahan gaya hidup sehat maupun dukungan medis terbukti efektif dalam menurunkan risiko penyakit jantung," ujar General Manager Novo Nordisk Indonesia, Sreerekha Sreenivasan.