Kamis 09 Oct 2025 08:25 WIB

Minum Soda Kurang dari Satu Kaleng Sehari Tingkatkan Risiko Penyakit Hati

Pilihan terbaik untuk melepas dahaga tetaplah air putih.

Minuman soda, salah satu minuman dengan kalori dan kadar gula tertinggi.
Foto: AP
Minuman soda, salah satu minuman dengan kalori dan kadar gula tertinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pecinta soda tampaknya perlu berpikir dua kali sebelum membuka kaleng minuman bersoda favorit. Studi terbaru menemukan konsumsi soda, baik yang mengandung gula maupun pemanis buatan, berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit hati.

Penelitian yang dipresentasikan pada konferensi United European Gastroenterology Week 2025 di Berlin, Jerman, mengungkap mengonsumsi hanya 9 ons minuman manis per hari dapat meningkatkan risiko penyakit hati berlemak akibat disfungsi metabolik (MASLD) hingga 50 persen. Sementara jumlah yang sama dari soda diet dapat meningkatkan risikonya hingga 60 persen.

Baca Juga

Sebagai perbandingan, satu kaleng soda umumnya berukuran 12 ons.

MASLD, yang sebelumnya dikenal sebagai non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), adalah kondisi ketika lemak menumpuk di organ hati. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat berkembang menjadi sirosis atau kerusakan hati berat, mirip dengan efek konsumsi alkohol berlebihan.

“Penelitian kami menunjukkan bahwa minuman berpemanis rendah kalori pun (LNSSBs) ternyata berhubungan dengan risiko MASLD yang lebih tinggi, bahkan pada tingkat konsumsi yang moderat seperti satu kaleng per hari,” kata Lihe Liu, peneliti dari Departemen Gastroenterologi, First Affiliated Hospital of Soochow University, Suzhou, Cina, dilansir dari USA Today, Kamis (9/10/2025).

Minuman berpemanis telah lama menjadi sorotan dalam dunia kesehatan. Kandungan gula tambahan seperti sukrosa dan sirup jagung fruktosa tinggi (HFCS) diketahui dapat memengaruhi metabolisme tubuh, terutama fungsi hati.

“Tubuh memetabolisme fruktosa terutama di hati. Jika dikonsumsi berlebihan, terutama dari minuman manis, fruktosa dapat memicu penumpukan lemak di hati salah satu pemicu utama penyakit hati berlemak non-alkohol,” jelas Dr Wesley McWhorter, juru bicara Academy of Nutrition and Dietetics.

Studi ini muncul di tengah meningkatnya perhatian terhadap pola makan masyarakat, termasuk upaya pemerintah AS untuk menghapus bahan tambahan sintetis dari produk pangan. Beberapa produsen minuman besar bahkan mulai beralih menggunakan gula tebu sebagai pemanis utama.

Namun, para ahli menegaskan bahwa versi “diet” bukan berarti aman. Kandungan pemanis buatan dapat memengaruhi metabolisme tubuh dengan cara berbeda, dan kini terbukti turut meningkatkan risiko gangguan hati.

Temuan ini memperkuat rekomendasi para ahli gizi agar masyarakat lebih banyak mengonsumsi air putih. Meski sesekali menikmati soda bukan hal yang terlarang, kuncinya adalah moderasi. “Baik minuman manis maupun diet sebaiknya dibatasi. Pilihan terbaik untuk melepas dahaga tetaplah air putih,” kata Liu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement