REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan lebih dari 1 miliar orang di dunia hidup dengan gangguan kesehatan mental, dengan kecemasan dan depresi sebagai kondisi paling umum. Temuan ini dipublikasikan dalam dua laporan terbaru yakni World Mental Health Today dan Mental Health Atlas 2024.
Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut krisis kesehatan mental sebagai salah satu tantangan paling mendesak saat ini. Pasalnya gangguan kesehatan mental menjadi penyebab kedua terbesar disabilitas jangka panjang secara global, yang bisa berdampak pada kualitas hidup dan ekonomi masyarakat lintas negara.
"Berinvestasi di kesehatan mental berarti berinvestasi pada manusia, komunitas, dan ekonomi. Akses terhadap layanan kesehatan mental harus dianggap sebagai hak dasar, bukan privilese," kata dia seperti dilansir laman laman WHO, Rabu (3/9/2025).
Data menunjukkan wanita lebih terdampak oleh gangguan mental dibanding pria. Sementara itu, bunuh diri masih menjadi penyebab utama kematian di kalangan anak muda, dengan lebih dari 727 ribu kasus pada 2021. WHO memperingatkan bahwa dunia tidak berada di jalur untuk mencapai target pengurangan bunuh diri sebesar 33 persen pada 2030.
Dampak ekonomi dari kesehatan mental sangat besar. WHO memperkirakan gangguan seperti depresi dan kecemasan merugikan ekonomi global hingga 1 triliun dolar AS per tahun, terutama akibat hilangnya produktivitas kerja.
Sayangnya, pendanaan untuk kesehatan mental masih stagnan, dengan anggaran pemerintah hanya sekitar 2 persen dari total anggaran kesehatan sejak 2017. Ketimpangan antarnegara juga sangat mencolok, di mana negara maju bisa mengalokasikan hingga 65 dolar AS per orang, sementara negara miskin hanya 0,04 dolar AS.
Tenaga kerja kesehatan mental pun masih sangat terbatas. Rata-rata global hanya 13 petugas kesehatan mental per 100 ribu orang, dengan kekurangan paling parah terjadi di negara berkembang. Layanan juga masih berpusat pada rumah sakit jiwa, bukan perawatan berbasis komunitas. Hanya kurang dari 10 persen negara yang sudah sepenuhnya beralih ke sistem perawatan berbasis komunitas.
Meskipun demikian, WHO mencatat beberapa kemajuan, seperti peningkatan layanan kesehatan mental di sekolah, dukungan psikososial dalam situasi darurat, dan perluasan layanan telehealth. Oleh karena itu, WHO menyerukan kepada seluruh negara untuk segera meningkatkan investasi, reformasi hukum, dan pengembangan tenaga kerja di bidang kesehatan mental. Tanpa langkah nyata, target global untuk kesehatan mental berisiko tidak tercapai dalam dekade ini.