REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali menegaskan bahaya rokok elektronik, terutama yang hadir dengan beragam perisa atau rasa. Kemenkes mengingatkan bahwa meskipun tampil beda dan sering dianggap lebih "modern" atau "tidak berbahaya" dibanding rokok tembakau konvensional, rokok elektronik nyatanya mengandung zat-zat yang sama berbahayanya.
Berbagai perisa yang ditawarkan, mulai dari buah-buahan, mint, hingga rasa makanan penutup, justru menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi kalangan muda, namun tidak mengurangi tingkat risiko kesehatan yang ditimbulkan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (P2PTM Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan konten iklan rokok elektronik di media sosial kerap kali menggambarkan rokok tersebut tidak berbahaya dan lebih aman dibandingkan dengan rokok tembakau yang dibakar.
“Sering kali informasi menyesatkan bahwa rokok elektronik adalah rokok yang lebih aman, dibandingkan rokok konvensional. Padahal kalau dilihat baik kandungan rokok konvensional maupun kandungan rokok elektronik itu sama saja. Dan tentunya nikotinnya itu ada,” kata Nadia dalam webinar bertajuk Temu Media Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) di Jakarta pada Senin (2/6/2025).
Ia menjelaskan berbagai rasa unik yang ditawarkan produsen rokok elektronik sejatinya mengandung zat adiktif hingga zat kimia yang membuat ketergantungan serta berbahaya bagi kesehatan tubuh penggunanya. Kandungan zat-zat ini, lanjutnya, tertutupi dengan berbagai rasa unik yang ditawarkan rokok elektronik sehingga jumlah anak remaja yang menjadi penggunanya kian bertambah dari waktu ke waktu.
“Perisa-perisa ini dapat menutupi efek-efek yang terjadi akibat kita merokok. Misalnya, tenggorokan rasanya tidak enak, kering, batuk-batuk bisa tertutup dengan rasa perisa ini sehingga seolah-olah menghilangkan dampak negatif daripada rokok,” ujarnya.
Oleh karena itu berkenaan dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang diperingati setiap tanggal 31 Mei, pihaknya memanfaatkan momentum tersebut guna meningkatkan kesadaran akan bahaya penggunaan produk tembakau maupun rokok elektronik. Pada tahun ini, kata dia, Kemenkes mengangkat tema nasional, yakni “Mengungkap Daya Tarik Produk Tembakau dan Nikotin yang Menyesatkan”, selaras dengan tema global WHO: “Unmasking the Appeal”.
Nadia menjelaskan pemilihan tema tersebut dalam peringatan sekaligus kampanye HTTS tahun ini bertujuan untuk mengungkapkan taktik yang digunakan oleh industri tembakau untuk membuat produk berbahaya, khususnya rokok elektronik agar terlihat lebih menarik bagi generasi muda. Di samping itu, pemilihan tema kampanye HTTS itu juga menjadi bukti keikutsertaan pemerintah dalam mendukung strategi global pengendalian tembakau milik WHO, yakni MPOWER yang terdiri dari 6 komponen, yaitu Monitor, Protect, Offer, Warn, Enforce, dan Raise.