Kamis 14 Jan 2021 19:56 WIB

Kenali 5 Gangguan Makan dan Ciri-cirinya

Jika dibiarkan tanpa terapi, gangguan makan dapat berakibat fatal.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Qommarria Rostanti
Gangguan makan (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Gangguan makan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gangguan makan merupakan istilah yang mewakili sekelompok masalah kesehatan mental kompleks yang dapat sangat mengganggu kesehatan dan fungsi sosial. Gangguan makan tak hanya bisa menyebabkan tekanan emosional tetapi juga komplikasi medis yang signifikan.

Dengan terapi tepat, orang-orang dengan gangguan makan bisa kembali memperbaiki kebiasaan makan dan juga kesehatan mental mereka. Sebaliknya, bila dibiarkan tanpa terapi, gangguan makan dapat memicu beragam masalah kesehatan lain seperti malnutrisi, masalah kardiovaskular dan pencernaan, hingga berakibat fatal.

Untuk menegakkan diagnosis gangguan makan, beragam pemeriksaan perlu dilakukan. Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan evaluasi psikologis.

Secara resmi, gangguan makan disebut sebagai feeding and eating disorders dalam panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Bila mengacu pada DSM-5, ada lima jenis gangguan makan yang utama. Berikut ini adalah kelima jenis gangguan makan tersebut, seperti dilansir di VeryWell Health, Kamis (14/1):

1. Anoreksia nervosa

Penderita anoreksia nervosa cenderung menghindari makanan, sangat membatasi makanan, atau hanya menyantap makanan tertentu dalam porsi yang sangat kecil. Tak jarang orang dengan anoreksia nervosa menimbang berat badan mereka berulang kali.

Beberapa tanda dan gejala lain dari anoreksia nervosa adalah indeks massa tubuh (BMI) yang sangat rendah, menyakini diri sendiri gemuk walaupun memiliki berat badan yang normal atau kurus, dan ketakutan berlebih terhadap kenaikan berat badan. Tak jarang pula orang-orang dengan anoreksia nervosa meminum obat penekan nasfu makan dan memiliki masalah fisik seperti merasa pening, rontok, dan kulit kering.

Anoreksia nervosa bisa mengenai siapa saja, laki-laki dan perempuan atau anak-anak dan orang dewasa. Akan tetapi, kondisi ini kebanyakan dialami oleh perempuan muda. Bila dibiarkan, anoreksia nervosa dapat memunculkan komplikasi seperti masalah otot dan tulang, kerusakan jantung dan pembuluh darah, masalah otak dan saraf, masalah ginjal atau usus, sistem imun yang melemah, atau anemia.

2. Bullimia nervosa

Penderita bullimia nervosa cenderung makan dalam porsi besar berulang kali. Mereka tak memiliki kemampuan untuk mengontrol diri ketika keinginan ini muncul. Namun setelah makan dalam jumlah yang sangat besar, mereka cenderung melakukan 'kompensasi'.

Kompensasi itu bisa berupa memaksakan diri untuk muntah, menggunakan obat pencahar atau diuretik berlebih, puasa, olahraga berlebihan, atau kombinasi dari perilaku-perilaku tersebut. Tanda atau gejala lain dari bullimia adalah ketakuan akan penambahan berat badan, terlalu bersikap kritis terhadap berat badan dan bentuk tubuh diri sendiri, dan perubahan suasana hati. Gejala-gejala ini terkadang sulit diketahui karena penderita bullimia nervosa kerap mlakukannya secara sembunyi-sembunyi.

Penderita bullimia nervosa cenderung memiliki berat badan normal atau gemuk. Bila dibiarkan, bullimia nervosa dapat menyebabkan komplikasi seperti rasa lelah dan lemas, masalah gigi, kulit dan rambut kering, kuku rapuh, pembengkakan kelenjar, kram otot, serta masalah jantung, ginjal, usus, atau tulang.

3. Binge Eating Disorder (BED)

Orang-orang dengan BED tak bisa mengontrol apa yang mereka makan. Mereka cendrung makan berlebih dan tak terkendali sehingga berimbas pada kenaikan berat badan. Orang-orangd enagn BED cenderung kegemukan atau bahkan obesitas.

Beberapa tanda atau gejala yang mungkin dialami penderita BED adalah makan dengan sangat cepat, makan sampai terlalu kenyang dan tidak nyaman, makan meski tidak lapar, serta makan sendirian atau sembunyi-sembunyi. Selain itu, mereka biasanya akan merasa depresi, bersalah, malu, atau jijik setelah makan terlalu banyak.

Bila dibiarkan, kondisi BED dapat memunculkan beberapa komplikasi. Komplikasi ini bisa berupa obesitas, peningkatan risiko fisik seperti kadar kolesterol tinggi, hipertensi, diabetes, penyakit kantong empedu, dan penyakit jantung, serta peningkatan risiko penyakit psikiatri khususnya depresi.

4. Other Specified Feeding or Eating Disorders (OSFED)

Meski tak banyak dikenal masyarakat awam, diagnosis OSFED sebenarnya cukup umum. Sekitar 32-53 persen orang dengan gangguan makan terdiagnosis dengan OSFED. Orang-orang dengan OSFED menunjukkan gejala gangguan makan namun tidak memenuhi kriteria diagnosis penuh untuk anoreksia nervosa atau bullimia nervosa.

Penderita OSFED biasanya menolak konsumsi makanan tertentu, sering kali berkomentar merasa diri gemuk, mengabaikan perasaan lapar, takut makan di dekat orang lain, makan berlebih, atau menunjukkan perilaku purging. Beberapa gejala lainnya adalah mencuri atau menimbun makanan, minum terlalu banayk air putih, menyembunyikan bentuk tubuh dengan baju kebesaran, hingga olahraga terlalu berlebihan.

Penderita OSFED berisiko terhadap beberapa masalah kesehatan. Sebagian di antaranya adalah masalah kardiovaskular dan pencernaan, masalah gigi karena memaksakan muntah, kulit kering, kehilangan siklus menstruasi, tulang menjadi rapuh, serta peningkatan risiko infertilitas dan gagal ginjal.

5. Eating Disorder Not Otherwise Specified (EDNOS)

EDNOS merupakan kategori untuk orang-orang yang menunjukkan gejala karakteristik gangguan makan hingga menyebabkan gangguan yang signifikan secara klinis seperti gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau hal penting lain. Akan tetapi, mereka tidak emmenuhi kriteria lengkap untuk gangguan makan apa pun dalam kelas diagnosis.

Kategori ini kerap digunakan pada situasi tertentu. Salah satu di antaranya adalah situasi di mana tidak terdapat informasi yang cukup untuk menegakkan diagnosis, seperti di ruang gawat darurat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement