Jumat 03 Nov 2023 19:01 WIB

Bukan Hanya Perempuan, Pria Juga Bisa Idap Gangguan Makan

Sebagian laki-laki juga mengidap gangguan makan akibat tekanan terkait citra tubuh.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi.
Foto: www.freepik.com
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gangguan makan telah lama dikaitkan dengan perempuan, padahal kondisi itu tidak selalu terkait gender tertentu. Memang benar kasus gangguan makan lebih sering didiagnosis pada kaum hawa, tapi bukan berarti pada pria tidak rentan terhadap kondisi ini.

Seperti halnya perempuan, sebagian laki-laki juga mengidap gangguan makan akibat tekanan terkait citra tubuh, daya tarik, dan bentuk fisik ideal. Ketidakpuasan terhadap tubuh atau penilaian negatif terhadap penampilan dapat memicu perilaku makan tidak sehat.

Pria kerap terpapar standar tubuh yang tidak realistis, menekankan pada otot dan kelangsingan, yang dapat memicu ketidakpuasan terhadap tubuh. Faktor psikologis yang mendasari seperti rendahnya harga diri, perfeksionisme, kecemasan, depresi, dan trauma dapat memperparah hal itu.

Faktor biologis seperti kecenderungan genetik dan ketidakseimbangan hormon juga dapat menyebabkan gangguan makan pada pria. Atlet pria, terutama yang menggeluti olahraga yang mengutamakan berat badan juga berisiko lebih tinggi karena tekanan untuk mencapai bentuk tubuh atau kelas berat tertentu.

Klinik rehabilitasi gangguan makan Cabin Chiang Mai memetakan prevalensi gangguan makan pria berdasarkan tren terkini. Sekitar lima sampai 10 persen pria berpotensi mengidap anoreksia nervosa, 15-20 persen mungkin terpapar bulimia nervosa, dan sekitar 25-30 persen pria mungkin mengidap gangguan makan tertentu lainnya (OSFED).

"Pada akhirnya, gangguan makan lebih tentang pengendalian dan emosi. Laki-laki bisa terkena penyakit ini, sama seperti perempuan," ujar direktur klinis Cabin Chiang Mai, Lee Hawker-Lecesne, dikutip dari laman Hippocratic Post, Jumat (3/11/2023),

Hawker-Lecesne mengatakan masyarakat perlu lebih menyadari kelainan perilaku makan tidak dibeda-bedakan berdasarkan gender. Penyakit itu dapat menyerang siapa saja, dan bagi pria, imbasnya pun sangat nyata.

Stigma seputar gangguan makan pada laki-laki dapat menghalangi pasien untuk mencari bantuan dan enggan mengakses layanan yang tepat. Sementara, keterlambatan diagnosis dan pengobatan sering kali dapat memperburuk gangguan tersebut.

"Ini saatnya mematahkan stigma yang ada. Kelainan makan bukan sekadar masalah perempuan, tapi masalah kemanusiaan," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement