Senin 07 Aug 2017 07:13 WIB

Empat Kurator Dilibatkan di Pameran Lukisan Istana

Sejumlah undangan memperhatikan karya lukisan yang ditampilkan pada Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan bertajuk Senandung Ibu Pertiwi di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (31/7).
Foto: Antara
Sejumlah undangan memperhatikan karya lukisan yang ditampilkan pada Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan bertajuk Senandung Ibu Pertiwi di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana Kepresidenan melibatkan empat kurator ternama dalam pameran lukisan koleksi Istana Kepresidenan bertajuk "Senandung Ibu Pertiwi" yang diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT ke-72 Kemerdekaan RI.

Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip Senin (7/8), menyebutkan empat kurator yang terlibat dalam pameran lukisan kali ini yakni Amir Sidharta, Mikke Susanto, Asikin Hasan, dan Sally Texania. Sebagaimana disampaikan ketua kurator Asikin Hasan, di Galeri Nasioanal pada 19 Juli 2017, tema dan pesan dari pameran yaitu "Senandung Ibu Pertiwi" bila diartikan mengandung makna "Tanah Air, yang dimaknai sebagai sebuah kekuatan yang di dalamnya mengandung bermacam-macam potensi.

"Hal ini terlihat dari lukisan yang dipamerkan merupakan bentuk dari keberagaman bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama yang semakin utuh dan kuat," tutur Bey. Pameran itu dipecah menjadi empat bagian, pertama, keragaman alam dari koleksi Istana di Bogor, Cipanas, Jakarta, Bali, dan Yogyakarta yang mengambil tema pemandangan alam di Indonesia.

Pada masa itu perupa beredar di seluruh penjuru nusantara, termasuk di Sulawesi, Sumatera Barat, Jawa, dan sebagian kecil Bali.

Lukisan Pantai Flores karya Bung Karno, misalnya, yang dilukis ulang oleh Basoeki Abdullah. Mahat di Sumatra Barat, Gunung Merapi, dan pemandangan alam karya Abdullah Soeriosubroto dan Wakidi yang melukis pemandangan alam. Bagian kedua, adalah kegiatan atau aktivitas sehari-hari dengan fokus pada nelayan dan juga petani. Lukisan yang dipamerkan adalah lukisan penjual ayam dan bakul buah, penjual sate dan kegiatan sehari-hari di masa lalu, dan kehidupan para nelayan dan petani.

Bagian ketiga adalah tradisi tari dan kebaya, di mana sekitar 15 lukisan mengambil tema Tari Rejang. Bung Karno pada masa itu membangun nasionalisme melalui pakaian pria berpeci dan perempuan berkebaya dimana identitas dibangun dari pakaian. Dibanyak arsip memperlihatkan foto-foto perempuan umumnya berkebaya.

"Adapun bagian keempat adalah mitologi dan religi yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat kita, yang kemudian belakangan berkembang agama, memperkaya keragaman di Indonesia dengan masuknya Islam, Hindu, Buddha, Konghucu yang saling memperkuat, menggambarkan kebersamaan, gotong royong terkait satu sama lain," sebut Bey.

Sementara itu, Galeri Nasional juga melakukan berbagai persiapan sebelum pameran berlangsung, salah satu persiapan yang dilakukan adalah di bidang sarana dan prasarana yang dimulai dua pekan sebelum hari pertama pameran dibuka. Persiapan fisik yang dilakukan antara lain menyiapkan sarana untuk menggantung koleksi, sarana untuk tempat pendaftaran pengunjung melalui www.bek-id.com, membuat tanda, dan juga sarana lain.

Galeri nasional mengalokasikan anggaran khusus untuk mempercantik lokasi pameran termasuk untuk mengarahkan pengunjung selama 30 menit di dalam ruang pameran, yang dapat diakses dengan menggunakan aplikasi melalui Android Q&R dimana aplikasi ini merupakan dukungan dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement