REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa berita tentang kematian mendadak pada individu usia muda yang terlihat sehat dan aktif kian terdengar. Reaksi umum masyarakat sering kali mengarah pada kesimpulan tunggal yaitu serangan jantung.
Padahal, para ahli jantung memperingatkan bahwa biang keladinya tidak selalu penyumbatan pembuluh darah jantung, melainkan gangguan pada sistem kelistrikan jantung yang dikenal sebagai aritmia atau gangguan irama jantung. “Kasus kematian mendadak pada usia muda sering kali disebabkan oleh gangguan irama jantung, bukan serangan jantung. Insidennya mencapai 50–100 kasus per 100 ribu populasi,” kata spesialis jantung dan pembuluh darah konsultan kardiologi intervensi di RS Premier Bintaro dr Beny Hartono, Sp.JP, Subsp.KI(K), FIHA, FAPSC, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Aritmia terjadi ketika detak jantung bekerja tidak normal; bisa terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan sehingga mengganggu pasokan darah ke organ vital. Jika tidak ditangani segera, kondisi itu dapat memicu henti jantung mendadak.
Beny, yang menyelesaikan pendidikan spesialis kardiologi dan kedokteran vaskular di Universitas Indonesia (UI), menjelaskan ada tiga jenis utama aritmia, yaitu bradikardia, takikardia dan fibrilasi atrium. Bradikardia ditandai dengan detak jantung kurang dari 60 kali per menit dan umumnya ditangani dengan alat pacu jantung untuk menstimulasi aktivitas listrik. Takikardia terjadi saat jantung berdetak lebih dari 100–150 kali per menit sehingga jantung hanya bergetar tanpa memompa darah dan membutuhkan tindakan defibrilasi atau kejutan listrik.
Jenis lainnya, fibrilasi atrium, merupakan bentuk aritmia yang paling sering dan berbahaya karena menyebabkan detak jantung tidak teratur dan darah menggumpal di ruang jantung. “Fibrilasi atrium ini yang paling kita takutkan karena bisa menyebabkan stroke berat atau kematian,” ujar Beny.