REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lari bukan sekadar olahraga yang bisa dilakukan siapa saja, tapi juga aktivitas penuh manfaat bagi tubuh dan pikiran. Dari menjaga kesehatan jantung, meningkatkan kebugaran, hingga memperbaiki suasana hati, olahraga ini terbukti memberi dampak besar bagi kualitas hidup.
Namun, di balik manfaatnya, lari juga menyimpan risiko cedera jika dilakukan tanpa persiapan yang tepat. Dalam konferensi pers KEDOKTERUN 2025 yang digelar Ikatan Alumni Kedokteran FKUI di Salemba, Jakarta, Selasa (9/9/2025), dokter subspesialis kedokteran olahraga di Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr Listya Tresnanti Mirtha, mengupas manfaat dan risiko lari.
Ia menjelaskan bagaimana olahraga ini bisa menjadi sahabat kesehatan, sekaligus tantangan bagi ketahanan tubuh. Dia mengatakan lari termasuk aktivitas dengan intensitas sedang hingga tinggi. Ada fase melayang tanpa kontak kaki dengan tanah, yang memberikan dampak lebih besar pada persendian. Gaya benturan ini bahkan bisa mencapai 2,5 kali berat badan, sehingga risiko cedera lebih tinggi terutama pada lutut, pergelangan kaki, dan betis.
Dari sisi kardiovaskular, manfaat lari sangat jelas terasa. Riset menunjukkan olahraga ini mampu menurunkan tekanan darah lebih efektif dan meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL).
“Bahkan, olahraga lari secara teratur terbukti mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke hingga 45 persen,” ujar dr Tata, sapaan akrabnya.
Meski demikian, risiko cedera tetap perlu diwaspadai. Data menunjukkan lari memiliki risiko cedera yang lebih tinggi, berkisar 20–50 persen. Cedera yang umum terjadi antara lain runner’s knee, shin splints, hingga stress fractures.
Karena itu, dr Tata mengingatkan pentingnya pencegahan melalui pemanasan, pendinginan, serta latihan kekuatan otot. “Pencegahannya dapat melalui pemanasan, pendinginan, dan latihan kekuatan otot. Karena kalau melewatkan ini semua, risiko cedera bisa terjadi,” ujarnya.
Tak hanya tubuh, pikiran pun ikut merasakan efek positif dari lari. Para peneliti menemukan bahwa lari memicu pelepasan endorfin dan endocannabinoid, yang menciptakan perasaan euforia atau dikenal sebagai runner’s high. Efek ini meningkatkan mood, membantu mengurangi depresi dan kecemasan, serta memperbaiki kualitas tidur.
Selain itu, lari juga mendukung fungsi kognitif seperti memori dan kemampuan belajar, sekaligus menjadi cara alami untuk mengendalikan stres melalui penurunan hormon kortisol. Tidak berhenti di situ, lari juga terbukti meningkatkan fungsi kognitif, termasuk memori dan kemampuan belajar, membantu manajemen stres dengan menurunkan kadar hormon kortisol, memperbaiki kualitas tidur, hingga meningkatkan rasa percaya diri.
Dengan begitu banyak manfaat, lari bisa menjadi investasi sederhana untuk hidup lebih panjang, bugar, dan sehat mental. Namun, dr Tata menegaskan bahwa konsistensi adalah kunci utama. Ia menyarankan agar setiap orang menetapkan tujuan realistis, membuat jadwal rutin, dan bila perlu bergabung dengan komunitas lari demi menjaga motivasi.
“Pada akhirnya, lari bukan hanya soal fisik, tapi juga terapi mental,” kata dr Tata.
View this post on Instagram