Rabu 28 May 2025 15:04 WIB

Ulasan Film Karate Kid: Legends: Aksi, Emosi, dan Humor dalam Balutan Nostalgia

Film Karate Kid: Legends tayang di bioskop mulai 28 Mei 2025.

Rep: Mgrol156/ Red: Qommarria Rostanti
Salah satu adegan di film Karate Kid: Legends. Film ini tayang di bioskop mulai 28 Mei 2025.
Foto: Dok. Sony Pictures Releasing
Salah satu adegan di film Karate Kid: Legends. Film ini tayang di bioskop mulai 28 Mei 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah penantian panjang, film Karate Kid: Legends akhirnya tayang pada 28 Mei di seluruh bioskop di Indonesia. Sinema ini membawa angin segar sekaligus nostalgia bagi para penggemar film aksi.

Film ini menjadi bagian keenam dari seri The Karate Kid, melanjutkan cerita dari versi 2010 dan mengambil latar waktu setelah kejadian dalam serial televisi Cobra Kai yang tayang dari 2018 hingga 2025. Disutradarai oleh Jonathan Entwistle dengan naskah yang ditulis oleh Rob Lieber, Karate Kid: Legends merupakan film drama aksi bela diri asal Amerika Serikat yang dirilis pada tahun ini, dengan Jonathan Entwistle sebagai sutradara dan naskah ditulis oleh Rob Lieber. Film ini menjadi bagian keenam dari seri The Karate Kid, melanjutkan cerita dari versi 2010 dan mengambil latar waktu setelah kejadian dalam serial televisi "Cobra Kai" yang tayang dari 2018 hingga 2025.

Baca Juga

Dibintangi oleh Jackie Chan dan Ralph Macchio, serta memperkenalkan Ben Wang sebagai pemeran utama dengan dukungan dari Joshua Jackson, Sadie Stanley, dan Ming-Na Wen, film ini menawarkan perpaduan menarik antara wajah-wajah lama yang familier dan talenta baru yang menjanjikan. Karate Kid: Legends menceritakan Li Fong (Ben Wang), seorang remaja pendiam yang pindah dari Beijing ke New York untuk memulai hidup baru. Di tengah kesepian dan tantangan adaptasi, ia bertemu Mia (Sadie Stanley) dan Victor (Joshua Jackson), sosok yang membantunya melihat hidup dari sudut pandang berbeda.

Konflik dengan petarung lokal yang mendominasi, seperti Connor (Aramis Knight), memaksanya menghadapi tekanan fisik dan mental yang luar biasa. Hingga akhirnya, Li menemukan kekuatan sejati melalui persahabatan, cinta, dan seni bela diri. Dengan bimbingan dua tokoh legendaris, Mr Han (Jackie Chan) yang tenang dan penuh kebijaksanaan, serta Daniel LaRusso (Ralph Macchio), Li belajar menghadapi ketakutannya dan menentukan jalan hidupnya sendiri.

Jalan cerita dalam film ini disusun dengan rapi, menghadirkan perpaduan yang seimbang antara adegan aksi yang memukau, momen emosional yang menyentuh, dan pengembangan karakter yang terasa autentik. Fokus utama tertuju pada karakter Li, yang berhasil mencuri perhatian sejak awal lewat penampilan penuh emosi dan kharismanya yang kuat.

Setiap langkah perjalanannya terasa meyakinkan dan membuat penonton terlibat secara emosional, menjadikannya pusat gravitasi dalam keseluruhan narasi film. Sinematografi dalam film ini tampil memukau, menampilkan keindahan kota New York dengan visual yang tajam dan atmosfer yang kuat. Setiap adegan pertarungan dikemas dengan koreografi yang rapi dan dinamis, membuatnya seru sekaligus mudah diikuti oleh penonton dari berbagai kalangan.

Selain itu, kehadiran elemen komedi dalam film ini memberikan napas segar di tengah konflik dan drama, membuat film terasa lebih hangat dan menghibur. Penampilan Ben Wang sebagai tokoh utama dalam Karate Kid: Legends memang solid dan membawa energi baru. Ia berhasil menunjukkan potensi yang menjanjikan sebagai bintang baru di dunia perfilman.

Meskipun menyajikan banyak keunggulan, Karate Kid: Legends juga memiliki beberapa kekurangan. Dengan durasi hanya 94 menit, yang menjadikannya film terpendek dalam seri Karate Kid, dinamika antara Li Fong dan kedua mentornya, Han dan LaRusso, terasa kurang tergali. Kehadiran LaRusso yang baru muncul di bagian akhir film membuat hubungan mereka terkesan terburu-buru dan tidak sempat berkembang secara menyeluruh, padahal potensi dramatisnya cukup besar untuk dieksplorasi lebih dalam.

Sayangnya, karakter antagonis utama, Connor, terasa kurang kuat baik dari segi intensitas maupun kedalaman konflik. Latar belakang dan motivasinya tidak cukup dieksplorasi, sehingga perannya sebagai lawan Li Fong terasa kurang menggigit dan minim tekanan emosional. Waktu yang terbatas membuat pengembangan cerita dan karakter terasa terburu-buru, sehingga konflik utama pun kehilangan dampak yang seharusnya mampu menjadi titik klimaks dari perjalanan tokoh utama.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement