Kamis 30 Nov 2023 23:17 WIB

Wanita Menopause Berisiko Alami Gangguan Psikologis, Ini Cara Mengatasinya

Selain psikologis, wanita menopause juga mengalami perubahan biologis.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Menopause (ilustrasi). Seorang wanita dengan menopause dapat memiliki gangguan psikologis.
Foto: www.freepik.com
Menopause (ilustrasi). Seorang wanita dengan menopause dapat memiliki gangguan psikologis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menopause adalah sebuah masa yang akan datang pada wanita. Hal ini terjadi secara natural. Spesialis kedokteran jiwa RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr dr Natalia Widiasih Raharjanti mengatakan, wanita harus mampu mengelola stres saat memasuki masa menopause. 

“Seorang wanita dengan menopause dapat memiliki gangguan psikologis. Hal ini juga timbul akibat perubahan neurohormonal serta adanya gejala fisik,” kata dr Natalia dalam Tea Talks by Eugenia Communications bertajuk "Menopause Bukan Akhir Hidup Perempuan" di Jakarta, Kamis (30/11/2023). 

Baca Juga

Beberapa faktor yang memengaruhi kemunculan dan berat dari gangguan psikologis seperti adanya riwayat gangguan psikologis sebelumnya, status sosioekonomi, berbagai peristiwa hidup, gaya hidup merokok, serta sikap dan pandangan terhadap menopause. Menopause merupakan proses biologis yang terjadi pada semua wanita, yang awalnya ditandai dengan perimenopause. Pada masa perimenopause, seorang wanita akan mengalami beberapa gejala. Gejala tersebut akan bertahan ataupun bertambah bahkan saat menopause terjadi.

Maka, penting bagi wanita untuk bisa mengatasi situasi ini, baik sebelum, saat, dan sesudah menopause terjadi. Perubahan hormon yang dialami wanita dalam masa menopause, menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu produktivitas dan dapat menurunkan kualitas hidup.

Selain psikologis, wanita menopause juga mengalami perubahan biologis yang terjadi akibat perubahan hormonal. Ini ditandai dengan peningkatan FSH dan LH, serta penurunan estrogen dan progesterone.

Kondisi tersebut akan memicu berbagai perubahan fisik maupun kognitif. Seorang dengan menopause dapat mengalami gejala-gejala menopause yang berpotensi menyebabkan distres akibat perubahan persepsi terhadap tubuh yang mengikuti proses penuaan.

Pada aspek kognitif, estrogen memiliki sifat neuroprotektif melalui berbagai mekanisme, seperti mengatur tumbuhnya sel saraf dan mencegah kematian sel. Penurunan kadar estrogen akan menyebabkan penurunan pengaruh neuroprotektif, sehingga terjadi kematian sel saraf di otak yang lebih sering dan lebih banyak.

“Hal tersebut akan menimbulkan penurunan performa ingatan dan kesulitan dalam berkomunikasi. Gangguan kognitif ini berpotensi menimbulkan distress,” ujar dr Natalia.

Selain itu, terdapat juga perubahan sosial yang terjadi pada wanita menopause, seperti munculnya fenomena empty nest syndrome, yaitu anak yang sudah tidak tinggal bersama orang tua, stabilitas finansial dan pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat kemandirian dan keinginan untuk mandiri, kekerasan terhadap orang tua, perubahan gairah seksual, kesendirian dan perasaan sendiri, serta tuntutan masyarakat terhadap wanita itu sendiri. “Berbagai kondisi itu dapat diinternalisasi dan memicu timbulnya insecurity. Perasaan ini akan menimbulkan negative body image, yaitu perasaan negatif terhadap kondisi dirinya saat ini,” kata dia lagi.

Mempersiapkan diri terhadap kondisi menopause sangat penting karena terdapat berbagai permasalahan yang kerap terjadi di kalangan wanita menopause. Sebagian besar masyarakat masih memberikan stigma negatif kepada wanita menopause.

Selain itu, pasangan sering kali kurang teredukasi mengenai kondisi menopause, sehingga wanita menopause kerap kurang mendapat dukungan serta merasa tidak dimengerti oleh pasangan maupun keluarga. Wanita menopause juga sering memiliki kepercayaan diri rendah karena negative body image. Kondisi ini berpotensi memicu gangguan psikologis, kasus perceraian, maupun masalah di dalam keluarga.

Persiapan diri serta lingkungan penting dalam mengelola stress yang terjadi saat menopause maupun pascamenopause. Pertama, kita perlu menyadari bahwa menopause adalah fase yang dialami oleh hampir setiap wanita, sehingga dalam menjalani fase ini, kita tidak sendiri. Kita juga perlu menyadari bahwa ada orang-orang terdekat yang mampu mendukung kita.

Kedua, kita juga perlu mengenali dan menyayangi diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Jika kita ingin mengubah diri kita, kita dapat membuat target yang dapat dicapai dan sesuai dengan kapasitas kita saat ini. 

Yang terakhir adalah kita dapat mencari bantuan tenaga kesehatan profesional seperti psikolog maupun psikiater, jika terdapat kesulitan dalam menjalani fase ini. Namun yang utama, lingkungan sosial adalah yang terpenting dalam mendukung wanita menjalani fase menopause secara lebih menyenangkan.

Couples therapy akan sangat membantu bagi pasangan-pasangan yang perlu untuk dibina dalam membangun komunikasi dan pemahaman antarpasangan, agar tercipta hubungan yang harmonis dalam menjalani menopause. Penting untuk melakukan terapi pada wanita menopause secara holistik,” kata dr Natalia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement