REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jika perempuan akan mengalami menopause, maka pria dapat mengalami andropause. Andropause adalah kondisi penurunan hormon testosteron pada pria yang umumnya setelah usia 40 tahun. Secara medis, andropause dikenal juga sebagai hipogonadisme atau penurunan fungsi testis.
Dokter spesialis andrologi RS Pondok Indah, dr Androniko Setiawan, menjelaskan seiring bertambahnya usia produksi dan kualitas hormon testosteron pada pria dipastikan menurun. Namun penurunan hormon testosterone tersebut belum bisa diklasifikasikan pada andropause.
“Seiring pria bertambah usia, produksi dan kualitas hormon testosteron dipastikan berkurang. Tapi untuk sampai pada diagnosis andropause, perlu ada pemeriksaan lanjut. Yang pasti syarat utama andropause itu pasien sudah berusia di atas 40 tahun,” kata dr Androniko dalam diskusi media di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (19/9/2024).
Untuk mendeteksi gejala kekurangan hormon testosteron, salah satu metode sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan kuesioner ADAM atau Androgen Deficiency in Aging Males. Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan yaitu (1) penurunan dorongan seksual, (2) lemas atau kurang tenaga, (3) daya tahan atau kekuatan fisik menurun, (4) tinggi badan berkurang, (5) kenikmatan hidup menurun, (6) mudah kesal atau marah, (7) disfungsi ereksi, (8) penurunan kemampuan olahraga, (9) sering mengantuk atau tertidur setelah makan, dan (10) penurunan prestasi kerja.
Menurut dr Androniko, jika seorang pria mengalami gejala nomor 1 atau nomor 7, atau ada tiga gejala di atas yang dirasakan, kemungkinan besar ia mengalami kekurangan hormon testosteron. Namun hal ini tidak serta merta menjadi diagnosis andropause, perlu ada evaluasi medis lebih lanjut.
“Betul kuesioner itu bisa jadi pertanda awal bahwa pasien berisiko kekurangan testosterone atau terindikasi andropause jika usianya sudah 40 tahun. Tapi tetap perlu ada pemeriksaan lebih lanjut dan khusus untuk memastikan diagnosis,” kata dr Androniko.
Testosteron sendiri memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seks pria mulai dari pertumbuhan janggut hingga produksi sperma, yang esensial bagi pria yang ingin memiliki keturunan. Androniko juga menekankan bahwa andropause bukan hanya tentang masalah seksual, tetapi juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental secara keseluruhan, termasuk risiko penyakit kardiovaskular, gangguan imun, dan penurunan kualitas hidup.
“Fungsi testosteron enggak melulu soal seks. Jadi kadang-kadang usia lebih lanjut pun, ketika testosteron bermasalah itu bisa membuat mood jadi gak oke, sering sakit kepala, dikaitkan dengan asma, imun bermasalah, sehingga kesejahteraan hidup sudah pasti tidak bagus,” kata Androniko.
Untuk mengatasi masalah penurunan testosteron, dr Androniko menyarankan beberapa hal termasuk weight management. Ini adalah upaya untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat melalui kombinasi pola makan yang seimbang, aktivitas fisik, serta perubahan gaya hidup yang berkelanjutan.
Selain itu, penting juga untuk memodifikasi gaya hidup. Androniko menegaskan bahwa menerapkan gaya hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi dan rutin berolahraga bisa membantu menjaga kadar hormon testosteron.
“Untuk treatment-nya ada yang namanya terapi penggantian testosterone, dan pemberian obat seperti SERM. Tapi modifikasi lifestyle itu sangat utama, karena berbagai studi ilmiah telah menunjukkan bagaimana makanan dan gaya hidup kita itu sangat berpengaruh pada kesehatan kita,” jelas Androniko. Sebagai informasi, kadar hormon testosteron normal pada pria berkisar 250-1100 nanogram per desiliter, dengan kadar rata-rata 680 nanogram per desiliter.