REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Baru-baru ini viral video seorang pria di Lampung memamerkan alat kelamin atau eksibionisme di depan seorang kasir di minimarket. Dari video tersebut, terdengar suara perempuan yang memvideokan menegur pria tersebut dengan nada tinggi, namun sang pria tidak mengakui perbuatannya.
"Saya ada video Mas, udah berkali-kali keliling (menyebut alat kelamin-Redaksi) sengaja kan diliat-liatin. Kamu keluarin itu, saya laporin polisi kamu ya. Ini gak ada yang berani negor cuma saya yang berani negor, ini pelecehan namanya tau gak. Saya ada videonya ya," kata dia.
"Enggak enggak sumpah," kata dia sambil membenarkan posisi resletingnya.
Perilaku eksibisionisme bisa dilakukan secara tiba-tiba dan tidak terduga, dan dapat terjadi di tempat umum maupun pribadi. Lantas apa itu eksibisionisme? Menurut Talk Your Heart On (TYHO), layanan konselor yang berbasis di Singapura, gangguan eksibisionis yang juga dikenal sebagai eksibisionisme adalah jenis gangguan paraphilic di mana individu memperoleh kesenangan dan kepuasan seksual dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain.
Gangguan eksibisionisme lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan biasanya dimulai pada masa dewasa awal. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 30 persen pria yang didakwa dengan kejahatan seksual adalah eksibisionis.
Gangguan eksibisionisme adalah kondisi kompleks yang tidak memiliki penyebab yang jelas. Namun, penelitian telah mengidentifikasi beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap perkembangannya, meliputi gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan minat pada pedofilia.
Selain itu, individu yang pernah mengalami pelecehan seksual atau emosional selama masa kanak-kanak lebih mungkin mengembangkan gangguan eksibisionisme. Beberapa orang yang menunjukkan perilaku eksibisionisme juga terlibat dalam parafilia lain dan dianggap hiperseksual.
Sebagaimana diterapkan pada parafilia, teori gangguan proses pendekatan (courtship disorder) menyatakan bahwa eksibisionis menganggap respons terkejut korban mereka sebagai bentuk ketertarikan seksual, yang mendorong mereka untuk lebih terlibat dalam tindakan tersebut. Meskipun perilaku eksibisionisme mungkin terkesan tidak berbahaya, beberapa eksibisionisme dapat melanjutkannya ke tindakan kriminal seksual seperti pemerkosaan. Faktanya, sekitar sepertiga dari kejahatan seks yang dilaporkan ke polisi melibatkan insiden eksibisionisme.
Meskipun penyebab gangguan eksibisionisme tidak diketahui, para ilmuwan percaya bahwa faktor fisik, medis, dan psikologis mungkin dapat berperan dalam hal ini. Beberapa faktor risiko lain yang mungkin termasuk gangguan perilaku dan kadar testosteron yang tinggi:
Gejala gangguan eksibisionis
Menurut para pakar di Talk Your Heart On, gangguan eksibisionis biasanya menunjukkan beberapa gejala, sebagai berikut:
1. Gejala perilaku
Salah satu gejala utama gangguan eksibisionisme adalah terlibat dalam perilaku eksibisionisme, seperti memperlihatkan alat kelamin kepada orang lain. Mereka mungkin merasakan dorongan kuat untuk terlibat dalam perilaku Eksibisionis dan merasa sulit untuk menahannya. Orang dengan gangguan eksibisionis sering menunjukkan perilaku ini di tempat umum seperti taman bahkan mall.
2. Gejala emosional
Individu dengan gangguan eksibisionisme mungkin mengalami berbagai gejala emosional. Mereka bisa merasa malu dan bersalah dengan tindakan mereka. Selain itu, eksibisionis juga dapat mengalami tekanan atau gangguan dalam kemampuan mereka saat bersosialisasi di rumah, sekolah, atau tempat kerja karena dorongan yang tidak terkendali.
3. Gejala fisik
Gejala fisik gangguan eksibisionis dapat mencakup peningkatan denyut jantung, keringat, dan gairah seksual. Eksibisionis dapat mengalami gairah dan kepuasan seksual saat mereka memperlihatkan kemaluannya kepada seseorang. Biasanya, mereka akan terus melakukan ini berulang kali untuk mencapai kepuasan seksual.
Pengobatan
Psikoterapi merupakan pengobatan umum untuk gangguan eksibisionisme. Biasanya, terapi ini melibatkan sesi tatap muka dengan terapis berlisensi yang mengkhususkan diri dalam gangguan seksual. Terapi ini bertujuan untuk membantu individu memahami dan mengelola perilaku eksibisionisme mereka. Selama terapi, individu dapat mengeksplorasi masalah psikologis dan emosional yang mendasari yang mungkin berkontribusi terhadap dorongan mereka. Dalam beberapa kasus, obat-obatan dapat diresepkan sebagai bagian dari rencana perawatan untuk gangguan eksibisionisme.