REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Obat tidur terkadang diresepkan oleh dokter untuk membantu pasien dengan masalah tidur. Meski bisa bermanfaat, obat tidur juga memiliki sejumlah risiko efek samping yang patut diwaspadai oleh pasien.
"Obat tidur adalah solusi sementara. Jembatan untuk membantu (pola tidur) orang-orang kembali ke jalurnya," jelas psikolog klinis dan diplomat American Board of Sleep Medicine, John Cline PhD, seperti dilansir EverydayHealth pada Selasa (12/9/2023).
Menurut Sleep Foundation, obat tidur biasanya diresepkan oleh dokter untuk membantu pasien dengan gangguan tidur seperti insomnia. Selain itu, obat tidur juga kerap diresepkan untuk membantu mengatasi jet lag dan permasalahan lain yang memicu kesulitan tidur.
Sebelum menggunakan obat tidur untuk mengatasi masalah kesulitan tidur, ada enam risiko efek samping yang perlu diketahui oleh pasien. Berikut ini adalah keenam efek samping tersebut.
1. Toleransi bisa meningkat cepat
Penggunaan obat tidur dalam jangka panjang bisa meningkatkan toleransi pasien terhadap obat tersebut. Seiring waktu, pasien akan membutuhkan dosis obat tidur yang lebih besar untuk mendapatkan efek yang sama seperti sebelumnya.
"Obat tidur tidak boleh digunakan dalam jangka panjang. Obat tidur juga hanya dapat digunakan bila benar-benar diperlukan," ujar dr Preeti Devnani MD dari Cleveland Clinic Sleep Disorders Center. Sebagai contoh, obat tidur bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki jadwal atau pola tidur setelah jadwal tidur kembali teratur, obat tidur sebaiknya tak digunakan lagi.
2. Sulit lepas
Dokter biasanya tidak meresepkan obat tidur untuk penggunaan lebih dari dua pekan. Alasannya, penggunaan obat tidur dalam jangka panjang dapat membuat pasien sulit lepas dari obat tidur. Selain itu, penggunaan obat tidur dalam jangka panjang juga bisa memperburuk insomnia ketika pasien kehabisan obat.
Pasien yang sudah sangat bergantung dengan obat tidur biasanya akan membutuhkan bantuan dokter agar bisa melepaskan diri dari ketergantungan terhadap obat tersebut. Dokter umumnya akan menurunkan dosis pasien secara bertahap, sekitar 15-25 persen, agar tubuh pasien bisa menyesuaikan diri.
Menghentikan penggunaan obat tidur secara tiba-tiba justru bisa memunculkan gejala yang mengganggu. Gejala tersebut bisa berupa rasa gelisah, kecemasan, menggigil, serta muntah.
Beberapa pasien juga membutuhkan bantuan dari psikolog untuk mengatasi masalah yang memicu terjadinya insomnia. Opsi lainnya, pasien dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis tidur untuk memperbaiki kebiasaan atau rutinitas menjelang tidur.
3. Interaksi obat
Penting bagi pasien untuk tidak mengonsumsi obat tidur bersamaan dengan obat lain yang bisa memunculkan efek mengantuk. Sebagian di antaranya adalah obat antihistamin, obat antidepresan, serta obat antikecemasan.
Obat tidur juga tidak boleh diminum bersamaan dengan alkohol. Dr Devnani menambahkan, minum obat tidur bersamaan dengan beberapa obat lain yang melemahkan sistem saraf pusat bisa memperlambat pernapasan dan bahkan memicu kematian. Konsultasikan semua obat yang perlu diminum kepada dokter sebelum menggunakan obat tidur.
4. Terus mengantuk dan kurang waspada
Konsumsi obat tidur bisa membuat pasien merasa mengantuk, pening, atau bahkan kurang awas pada pagi hari. Efek samping ini bisa terasa semakin berat bila pasien tidak mendapatkan tidur yang cukup, atau sekitar delapan jam, di malam hari.
Keluhan lain yang mungkin dirasakan oleh pasien adalah sembelit dan mulut kering. Pasien pun bisa bermasalah dalam hal berkemih atau buang air kecil.
Agar tidak merasakan beragam efek ini, pastikan tubuh mendapatkan waktu tidur yang cukup yaitu minimal delapan jam. Dengan begitu, tubuh memiliki cukup waktu untuk mengeliminasi beragam efek mengganggu ini setelah pasien bangun tidur.
5. Berperilaku aneh
Obat tidur bisa membuat pasien berperilaku tidak biasa. Menurut Sleep Foundation misalnya, pasien yang menggunakan obat tidur bisa mengalami sleepwalking atau berjalan sambil tidur, berbicara sambil tidur, hingga makan sambil tidur. Semakin tinggi dosis obat yang digunakan, semakin besar pula kemungkinan pasien untuk menunjukkan perilaku-perilaku aneh ini.
6. Berisiko jatuh
Lansia yang menggunakan obat tidur setiap malam lebih berisiko mengalami jatuh dan cedera. Selain itu, pasien berusia lebih muda yang menggunakan obat tidur juga berisiko jatuh di malam atau pagi hari karena efek mengantuk akibat obat.