Selasa 12 Sep 2023 15:53 WIB

Orang yang Suka Bergadang Lebih Berisiko Terkena Diabetes Hingga 19 Persen

Bergadang dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, salah satunya diabetes.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Wanita bergadang (ilustrasi). Berdasarkan sebuah studi, orang yang bergadang menghadapi risiko lebih tinggi terkena diabetes.
Foto: Republika/Wihdan
Wanita bergadang (ilustrasi). Berdasarkan sebuah studi, orang yang bergadang menghadapi risiko lebih tinggi terkena diabetes.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah Anda termasuk orang yang suka begadang atau tidak punya pilihan lain untuk tidur cukup karena bekerja? Jia ya, para ahli kesehatan mengingatkan bahwa pola bergadang dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang. Kelompok ini menghadapi risiko 19 persen lebih tinggi terkena diabetes dibandingkan dengan mereka yang tidak begadang.

Kronotipe atau preferensi sirkadian, mengacu pada waktu tidur dan bangun yang lebih disukai seseorang, dan sebagian ditentukan secara genetis sehingga mungkin sulit untuk diubah. "Orang-orang yang sering begadang mungkin perlu lebih memperhatikan gaya hidup mereka karena kronotipe malam dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2," kata dr Tianyi Huang, peneliti sekaligus ahli epidemiologi di Brigham and Women's Hospital, seperti dilansir Study Finds, Selasa (12/9/2023).

Baca Juga

Penelitian sebelumnya menemukan, individu dengan jadwal tidur yang tidak teratur memiliki peningkatan risiko diabetes dan penyakit jantung. Peneliti juga mencatat bahwa mereka yang memiliki kronotipe malam cenderung memiliki pola tidur yang lebih tidak teratur. Dengan studi baru ini, para peneliti bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara kronotipe dan risiko diabetes, dengan mempertimbangkan kebiasaan gaya hidup.

Penelitian ini menganalisis data dari lebih dari 63 ribu perawat wanita, dengan mempertimbangkan kronotipe yang dilaporkan sendiri, kualitas diet, berat badan, indeks massa tubuh (BMI), waktu tidur, serta kebiasaan minum dan merokok. Sekitar satu dari sembilan peserta diidentifikasi memiliki kronotipe "malam", sedangkan sekitar 35 persen melaporkan kronotipe "pagi".

Peserta yang tersisa dikategorikan sebagai "menengah" yang berarti mereka tidak secara jelas diidentifikasi sebagai orang yang suka bangun pagi atau begadang atau hanya menunjukkan sedikit preferensi untuk salah satunya. Sebelum disesuaikan dengan faktor gaya hidup, memiliki kronotipe malam hari dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes sebesar 72 persen. Setelah penyesuaian, risikonya tetap meningkat sebesar 19 persen. Hanya enam persen dari mereka yang memiliki gaya hidup paling sehat memiliki kronotipe malam, dibandingkan dengan 25 persen di antara mereka yang memiliki gaya hidup paling tidak sehat.

"Bahkan setelah mengendalikan perilaku gaya hidup yang tidak sehat, hubungan yang kuat antara kronotipe malam dan risiko diabetes tetap ada, meskipun berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa faktor gaya hidup menyumbang sebagian besar dari hubungan ini," ujar dr Sina Kianersi, penulis pertama penelitian ini.

Menariknya, tim peneliti menemukan bahwa peningkatan risiko yang terkait dengan kronotipe malam hari, hanya terlihat pada perawat yang bekerja shift siang, bukan pada mereka yang bekerja lembur. "Ketika kronotipe tidak sesuai dengan jam kerja, kami melihat adanya peningkatan risiko diabetes tipe 2. Itu adalah temuan lain yang sangat menarik yang menunjukkan bahwa penjadwalan kerja yang lebih personal dapat bermanfaat," kata Kianersi.

Para peneliti sekarang bertujuan untuk mengeksplorasi faktor penentu genetik kronotipe dan potensi hubungannya tidak hanya dengan diabetes tetapi juga penyakit jantung. "Jika kita dapat menentukan hubungan sebab akibat antara kronotipe dan diabetes atau penyakit lainnya, dokter dapat menyesuaikan strategi pencegahan yang lebih baik untuk pasien mereka," jelas dia. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Annals of Internal Medicine.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement