REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah laporan terbaru dari Fakultas Kedokteran Johns Hopkins di Maryland, Amerika Serikat, menyoroti banyaknya kasus kesalahan diagnosis pasien oleh profesional medis. Akibatnya sungguh fatal, menyebabkan kecacatan hingga kematian pasien.
Dikutip dari laman Fox News, Ahad (30/7/2023), setiap tahun, diperkirakan terdapat 795 ribu warga AS yang menjadi cacat permanen atau meninggal dunia karena kesalahan diagnosis penyakit. Temuan studi telah diterbitkan di jurnal medis The BMJ.
Lima kondisi salah diagnosis teratas adalah strok, sepsis, pneumonia, tromboemboli vena (pembentukan bekuan darah di pembuluh darah), dan kanker paru-paru. Persentase gabungan semua penyakit itu tercatat 38,7 persen dari semua kasus.
Sementara itu, lebih dari setengah dari keseluruhan kasus salah diagnosis terdiri dari 15 penyakit berbahaya. Hal ini membuat para peneliti menyerukan agar permasalahan kesalahan diagnosis oleh tenaga medis harus dicegah supaya tidak berakhir fatal.
Para peneliti menggunakan kumpulan sumber data yang kompleks untuk masing-masing faktor kesalahan. Itu termasuk data berbasis populasi seperti Sampel Rawat Inap Nasional, data pendaftar kanker nasional, serta tinjauan sistematis.
"Untuk total akhir, kami menggunakan sembilan metode berbeda untuk menilai dampak dari berbagai asumsi yang kami buat selama ini, serta memvalidasi secara eksternal menggunakan sumber data dan metode lain," kata rekan penulis studi, David Newman-Toker.
Profesor neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins itu mengatakan bahwa para pakar sebenarnya telah mengetahui cukup lama bahwa kesalahan diagnostik adalah sumber bahaya tersembunyi yang signifikan dari kesalahan medis. Karena itu, 795 ribu kasus kecacatan dan kematian yang terdata tidak terlalu mengejutkan bagi mereka.