Kamis 27 Jul 2023 09:33 WIB

Bisakah ChatGPT Beri Diagnosis Seperti Dokter? Ini Kata Penelitian

Sebuah eksperimen menggunakan Chat-GPT untuk mendiagnosis kasus medis menantang.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Seseorang menggunakan ChatGPT (ilustrasi). sekolah kedokteran di Amerika Serikat menggunakan Chat-GPT 4 dari Open AI untuk melihat apakah chatbot bisa mendiagnosis kasus medis.
Foto: www.freepik.com
Seseorang menggunakan ChatGPT (ilustrasi). sekolah kedokteran di Amerika Serikat menggunakan Chat-GPT 4 dari Open AI untuk melihat apakah chatbot bisa mendiagnosis kasus medis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah eksperimen yang signifikan, sebuah sekolah kedokteran di Amerika Serikat menggunakan Chat-GPT 4 dari Open AI. Mereka ingin melihat apakah chatbot tersebut bisa mendiagnosis dengan akurat dalam kasus-kasus medis yang menantang.

Para peneliti dari Beth Israel Deaconess Medical Center (BIDMC) di Boston, Massachusetts AS, menemukan bahwa Chat-GPT 4 memilih diagnosis yang tepat pada hampir 40 persen dari waktu yang tersedia. Chat-GPT 4 juga memberikan diagnosis yang benar dalam daftar diagnosis potensial pada dua pertiga kasus yang menantang.

Baca Juga

Direktur of Innovations in Media and Education Delivery (iMED) Initiative di BIDMC, Adam Rodman, mengatakan kemajuan terbaru dalam kecerdasan buatan telah menghasilkan model AI generatif yang mampu memberikan respons berbasis teks secara terperinci, dengan akurasi tinggi dalam pemeriksaan medis terstandarisasi.

“Kami ingin tahu apakah model generatif seperti itu dapat 'berpikir' seperti dokter, jadi kami menguji model tersebut untuk menyelesaikan kasus diagnostik kompleks terstandarisasi yang digunakan untuk tujuan pendidikan. Hasilnya sangat bagus," kata Rodman, yang juga seorang instruktur kedokteran di Harvard Medical School, seperti dilansir laman Siasat Daily, Kamis (27/7/2023).

Untuk menilai kemampuan diagnostik chatbot, Rodman dan rekan-rekannya menggunakan clinicopathological case conferences (CPC), serangkaian kasus pasien yang kompleks dan menantang termasuk data klinis dan laboratorium yang relevan, studi pencitraan, dan temuan histopatologi yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine untuk tujuan pendidikan. Mengevaluasi 70 kasus CPC, kecerdasan buatan ini sama persis dengan diagnosis akhir CPC pada 27 (39 persen) kasus. Dalam 64 persen kasus, diagnosis CPC akhir dimasukkan dalam diferensial AI -daftar kemungkinan kondisi yang dapat menjelaskan gejala pasien, riwayat medis, temuan klinis, dan hasil laboratorium atau pencitraan.

"Meskipun chatbot tidak dapat menggantikan keahlian dan pengetahuan seorang profesional medis yang terlatih, AI generatif adalah tambahan potensial yang menjanjikan untuk kognisi manusia dalam diagnosis," kata penulis pertama Zahir Kanjee, seorang dokter rumah sakit di BIDMC dan asisten profesor kedokteran di Harvard Medical School.

Menurut Kanjee, AI memiliki potensi untuk membantu dokter memahami data medis yang kompleks dan memperluas atau menyempurnakan pemikiran diagnostik. Meskipun penelitian ini menambah literatur yang menunjukkan kemampuan teknologi AI yang menjanjikan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui penggunaan, manfaat, dan batasannya secara optimal. Utamanya mengenai masalah privasi untuk memahami bagaimana model AI baru ini dapat mengubah layanan kesehatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement