REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus infeksi tuberkulosis di dunia terus mengalami penurunan selama bertahun-tahun. Namun untuk pertama kalinya dalam 10 tahun terakhir, kasus infeksi tuberkulosis kembali meningkat pada 2021.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa kasus infeksi tuberkulosis dunia terus menurun setiap tahun dan mencapai angka terendah pada 2020, yaitu 10,1 juta kasus. Namun di 2021, kasus infeksi tuberkulosis kembali meningkat jadi 10,5 juta.
Tak hanya kasus infeksi tuberkulosis, kasus kematian akibat tuberkulosis juga mengalami tren yang serupa. Berdasarkan data WHO, kasus kematian akibat tuberkulosis di dunia terus menurun dan mencapai angka terendah pada 2019 dengan 1,4 juta kematian.
Akan tetapi, kasus kematian akibat tuberkulosis mulai meningkat pada 2020 menjadi 1,5 juta. Lalu, pada 2021, kasus kematian tuberkulosis di dunia kembali meningkat jadi 1,6 juta.
Seperti dilansir laman Indian Express, tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meski umumnya mengenai organ paru-paru, tuberkulosis juga dapat mengenai bagian tubuh lain, seperti otak, ginjal, dan tulang belakang menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Sekitar 5-10 persen orang yang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis akan mengalami tuberkulosis aktif. Individu yang mengalami tuberkulosis aktif akan mengalami sejumlah gejala, mulai dari batuk, demam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
Bila tak diobati, tuberkulosis bisa dengan menular ke orang lain. Selain itu, tuberkulosis yang tak diobati juga bisa membahayakan nyawa penderitanya.
Tuberkulosis biasanya ditularkan melalui udara yang terpapar oleh bakteri ketika pasien tuberkulosis batuk, bersin, bicara, atau bernyanyi. Bakteri penyebab tuberkulosis bisa bertahan di udara hingga beberapa jam.
Pasien tuberkulosis perlu menjalani terapi dengan mengonsumsi obat selama sekitar 6-12 bulan. Penting bagi pasien tuberkulosis untuk meminum obat tersebut secara tertib hingga habis.
Bila penggunaan obat dihentikan terlalu cepat, pasien bisa kembali sakit akibat tuberkulosis. Bila obat tak dikonsumsi secara tertib dan teratur, sebagian kuman bisa tetap hidup dan menjadi resisten terhadap obat.
Kasus tuberkulosis dengan kuman atau bakteri yang resisten terhadap obat akan lebih sulit untuk diobati. Selain itu, jenis obat yang digunakan juga cenderung lebih mahal.