Rabu 20 Aug 2025 10:32 WIB

Kasus Anak Cacingan Viral, Ahli Kesehatan Ungkap 7 Fakta Penting yang Wajib Diketahui

Anak-anak menjadi kelompok rentan cacingan karena sering bermain di tanah.

Anak cuci tangan sebelum makan agar terhindar dari penyakit cacingan. (Ilustrasi)
Foto: dok.Republika
Anak cuci tangan sebelum makan agar terhindar dari penyakit cacingan. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus meninggalnya anak perempuan berusia 4 tahun di Sukabumi, Jawa Barat, yang diduga karena menderita cacingan parah menggugah kesadaran masyarakat tentang masalah kesehatan yang sering kali terabaikan ini. Ahli kesehatan masyarakat yang juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan setidaknya tujuh hal penting terkait kecacingan yang masih relevan dengan kondisi di Indonesia.

Pertama, Prof Tjandra menekankan pentingnya menunggu penjelasan resmi dari pihak rumah sakit terkait penyebab kematian anak tersebut. Langkah ini dinilainya krusial untuk memastikan analisis yang akurat dan menghindari kesimpulan yang prematur.

Baca Juga

Setelah itu, yang kedua, ia menyarankan agar ada tindak lanjut di lingkungan tempat tinggal anak tersebut. Menurut dia, investigasi di sekitar pemukiman perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya sumber cacing dan melakukan penanganan segera. "Ini untuk melihat kemungkinan cacing di lingkungan sekitarnya dan penanganan segera supaya tidak ada kasus yang menyedihkan lagi," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Rabu (20/8/2025).

Ketiga, Prof Tjandra menjelaskan jenis-jenis cacing yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan data WHO, penyakit ini disebabkan oleh berbagai parasit seperti cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Necator americanus serta Ancylostoma duodenale). Selain itu, ada juga Strongyloides stercoralis dan jenis lainnya. Pengetahuan tentang jenis-jenis cacing ini penting untuk penanganan yang tepat.

Keempat, penularan penyakit ini sering kali terjadi melalui telur cacing yang mencemari tanah, terutama di daerah dengan sanitasi yang buruk. "Penularannya melalui telur cacing yang ada di tinja yang kemudian mengkontaminasi tanah, utamanya di daerah yang buruk sanitasinya," ujar Prof Tjandra.

Dia mengatakan anak-anak menjadi kelompok yang sangat rentan karena mereka sering bermain di tanah yang terkontaminasi dan tanpa sadar memasukkan tangan ke mulut tanpa mencucinya. Penularan juga bisa terjadi melalui media lain seperti air yang tercemar.

Kelima, Prof Tjandra menyebutkan bahwa anak yang terinfeksi kecacingan umumnya memiliki kondisi fisik dan nutrisi yang kurang baik. Artinya, gizi buruk menjadi salah satu faktor yang memperparah kondisi kecacingan pada anak. Hal ini menunjukkan keterkaitan erat antara kecacingan dan status gizi anak.

Keenam, WHO telah merekomendasikan setidaknya empat pendekatan untuk menangani kecacingan. Pendekatan-pendekatan tersebut meliputi konsumsi obat cacing secara berkala, penyuluhan kesehatan, perbaikan sanitasi, dan penyediaan obat yang aman serta efektif.

"WHO menyampaikan setidaknya ada empat pendekatan, yaitu konsumsi obat cacing secara berkala, penyuluhan kesehatan, memperbaiki sanitasi dan kalau sudah terjadi penyakit maka sebenarnya sudah tersedia obat yang aman dan efektif untuk mengobatinya," kata Prof Tjandra.

Terakhir, yang ketujuh, WHO telah mencanangkan target global untuk pengendalian kecacingan (Soil-transmitted helminth) pada tahun 2030. Prof Tjandra berharap Indonesia juga dapat menetapkan target yang jelas dan terukur. "Tentu akan bagus kalau kita di Indonesia juga menetapkan target yang jelas pula, apalagi kalau kita akan menyongsong Indonesia Emas 2045 yang tentu tidak elok kalau masih ada masalah kecacingan di masa itu nantinya," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement