Kamis 15 Jun 2023 23:31 WIB

Kalimat yang Sebaiknya tak Dikatakan Orang Tua kepada Anak

Setidaknya ada delapan kalimat yang sebaiknya dihindari dan tak dikatakan pada anak.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Orang tua memarahi anak (ilustrasi). Ada beberapa kalimat yang menurut psikolog sebaiknya tidak diucapkan orang tua ke anak.
Foto: Foto : Mardiah
Orang tua memarahi anak (ilustrasi). Ada beberapa kalimat yang menurut psikolog sebaiknya tidak diucapkan orang tua ke anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmu pengasuhan boleh dibilang kompleks dan perlu terus dipelajari, termasuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Para Psikolog anak yang juga merupakan sosok orang tua sering kali memiliki sudut pandang tersendiri tentang cara membesarkan anak mereka.

Dengan pengalaman profesional dan pribadi selama bertahun-tahun, mereka telah mempelajari apa yang cenderung berhasil, dan juga yang tidak berhasil, ketika berbicara dengan anak-anak. Berikut delapan kalimat yang sebaiknya dihindari dan tidak dikatakan kepada anak, seperti dilansir Huff Post, Kamis (15/6/2023):

Baca Juga

1. Aku kecewa padamu

Psikolog anak dan pelatih orang tua, Ann-Louise Lockhart dari A New Day Pediatric Psychology, menghindari frasa ini untuk disampaikan ke anak karena beberapa alasan. Pertama, kalimat ini bisa menyakitkan, tidak peduli berapa usia seseorang.

“Dan itu dapat menyebabkan beberapa hasil yang tidak diinginkan di kemudian hari,” kata Lockhart. Dikhawatirkan pola pikir ini juga tertanam hingga anak dewasa yakni akan merasa mereka memang orang mengecewakan.

2. Cobalah tenang

Saat sedang memikirkan sesuatu, bagaimana jika disuruh untuk "tenang"? Mungkin, tidak bagus. Hal yang sama berlaku untuk anak-anak. Psikolog klinis Martha Deiros Collado, penulis buku yang akan datang “How to Be the Grown-Up,” mengatakan ketika anaknya kewalahan, dia tahu bahwa “menyuruhnya untuk tenang akan menjadi bumerang”. Psikolog klinis Cindy T Graham, pendiri Brighter Hope Wellness Center, akan menggunakan instruksi yang lebih jelas, seperti, "Lihat saya" atau "Ayo tarik napas".

3. Gunakan kata-katamu

“Memberitahu anak untuk menggunakan kata-kata mereka adalah permintaan yang tidak adil," kata psikolog klinis Martha Deiros Collado.

Orang tua sering menggunakan frasa ini untuk mendorong anak mengungkapkan keinginan atau emosi mereka secara verbal ketika anak merengek atau mengamuk. Orang tua sebenarnya bisa bertanya dengan nada tepat, seperti “Kamu lapar. Kamu ingin dibuatkan makanan ringan? sehingga itu bisa menjadi contoh bagi anak".

4. Kamu sangat malas

Lockhart menghindari frasa ini dengan cara apa pun. Ketika anak-anak tidak menyelesaikan tugas atau pekerjaan mereka, orang tua sering menganggap itu karena anak tidak mau melakukannya. Tapi mungkin mereka kekurangan keterampilan untuk melaksanakannya. Lebih penting untuk mengajarkan, mencontohkan, dan mempraktikkan tugas tersebut kepada anak.

5. Berhentilah menangis

Apa pun masalahnya, perlu diingat bahwa kesedihan, kemarahan, dan frustrasi adalah emosi yang normal. “Rilis yang datang dengan menangis adalah manusiawi dan sehat," kata Deiros Collado. Daripada menyuruh anak tidak menangis, dia justru mendorong anak untuk mengeluarkan air mata sambil meyakinkan bahwa itu tidak apa-apa.

6. Hargai yang saya lakukan

Lockhart tidak menuntut rasa terima kasih dari anak-anaknya sendiri. Orang tua mungkin perlu menyesuaikan harapan mereka tentang rasa syukur dari sudut pandang anak. “Menempatkan ekspektasi orang dewasa pada otak anak-anak mereka sangatlah tidak adil,” kata Lockhart.

7. Itu bukan urusanmu

Graham tidak menggunakan frasa ini karena cenderung kasar. “Sama mudahnya untuk mengatakan, 'Saya tahu Anda ingin ikut serta dalam percakapan ini, tetapi saya sedang berbicara dengan orang tertentu',” kata dia. Jika Anda benar-benar tidak ingin anak-anak terlibat dalam percakapan, maka jangan berdiskusi dengan orang dewasa di sekitar mereka.

8. Karena saya bilang begitu

Menurut Graham, jawaban orang tua yang sering digunakan ini sangat menjengkelkan. Dia lebih suka memberikan penjelasan yang sesuai usia anak tentang mengambil keputusan.

Jika anak terus bertanya, alih-alih mengatakan frasa ini, dia akan memvalidasi perasaan anak terlebih dulu. Misalnya, mengatakan, "Saya tahu kamu ingin..." dan kemudian beri tahu mereka bahwa percakapan berlanjut.

“Tapi saya sudah menjelaskan alasannya. Jadi saya tidak akan membicarakan hal ini lebih jauh,” kata Graham.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement