Meninggal akibat broken heart
Meskipun penyebab pasti kematian Joe Garcia tidak jelas, meninggal karena patah hati bukanlah mitos hiperbola. Sindrom patah hati (broken heart syndrome) secara medis dikenal sebagai kardiomiopati takotsubo atau kardiomiopati akibat stres.
Sindrom patah hati dapat terjadi ketika seseorang mengalami stres ekstrem, namun tidak terbatas akibat kehilangan seseorang yang dekat dan tersayang. Sekitar 88 persen kasus sindrom patah hati terjadi pada perempuan, biasanya selama tahun-tahun setelah menopause.
Gejalanya mirip dengan serangan jantung klasik. Gejalanya muncul tiba-tiba berupa nyeri dada yang parah dan sesak napas.
Berbeda dengan serangan jantung, sindrom patah hati biasanya tidak melibatkan penyumbatan arteri koroner atau kerusakan jantung permanen. Sebaliknya, jumlah stres yang ekstrem mengirim jantung ke keadaan shock, yang kemudian menekan otot jantung dari berdenyut dengan benar, menurut Tracy Stevens MD, seorang ahli jantung di Saint Luke's Mid America Heart Institute di Kansas City.
Meskipun bisa berakibat fatal, broken heart syndrome cenderung kurang mematikan dibandingkan serangan jantung. Tingkat kematian penderitanya sekitar dua persen.
"Broken heart syndrome muncul menyusul stres akut dalam kehidupan orang, mulai dari karena kehilangan pekerjaan hingga kehilangan anggota keluarga," kata Abhijeet Dhoble MD, profesor kedokteran kardiovaskular di McGovern Medical University of Texas Health Science Center, dikutip dari laman WebMD.
Menurut Dhoble, broken heart syndrome bisa berakibat fatal, tapi kondisinya biasanya bisa dipulihkan. Untuk mengobati sindrom patah hati, dokter biasanya memberikan obat tekanan darah dan pengencer darah, dengan waktu pemulihan yang bisa memakan waktu hingga sepekan.