REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Selama ini, ada beberapa orang yang meninggal tak lama setelah ditinggal oleh pasangannya. Dalam dunia medis, patah hati juga disebut dengan stress-induced cardiomyopathy atau Takotsubo cardiomyopathy. Gejala ini timbul karena situasi yang tertekan, seperti saat ditinggalkan oleh seseorang yang sangat dicintai.
Dilansir CNN pada Jumat (19/7), saat patah hati seseorang biasanya tiba-tiba merasakan sakit pada bagian dada yang disebabkan oleh lonjakan jumlah hormon stres. Berdasar studi dalam Journal of the American Heart Association, ditemukan fakta bahwa patah hati dapat berkaitan dengan kanker.
Studi itu mendapati satu dari enam orang dengan sindrom patah hati juga menderita kanker. Mereka lebih berpotensi meninggal dalam lima tahun setelah diagnosis, dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami sindrom patah hati. Meskipun, para peneliti menunjukkan hubungan antara sindrom patah hati dan kanker belum sepenuhnya dieksplorasi.
Riset ini melibatkan 1.600 pasien dengan sindrom patah hati. Akan tetapi para peneliti tidak menemukan sebab akibat. Penelitian hanya menjelaskan bahwa ada hubungan antara keduanya.
Di satu sisi, bagi orang-orang yang menderita kanker atau sindrom patah hati, hal ini tidak selalu menjadi alasan untuk khawatir. Ini berarti bahwa pasien dengan sindrom patah hati mungkin harus menjalani lebih banyak skrining untuk memantau pertumbuhan kanker.
Dalam penelitian itu disebutkan jumlah pasien yang mengalami patah hati dan serangan kanker ganas cukup besar. Hal ini terjadi karena riwayat keganasan dapat meningkatkan resiko sindrom patah hati. Karena itu, skrining yang tepat untuk keganasan kanker harus dipertimbangkan pada pasien dengan sindrom patah hati.