REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Stunting merupakan suatu kondisi malanutrisi pada anak yang sebetulnya dapat dicegah sedini mungkin. Jika tidak diintervensi, anak yang mengalami stunting bisa tumbuh lebih pendek dibandingkan tinggi normal seusianya sampai dewasa.
Lebih parahnya lagi, stunting sangat berdampak pada perkembangan otak. Anak stunting juga akan mengalami gangguan kecerdasan karena kekurangan gizi mengakibatkan penahanan lemak dalam tubuh hingga memicu berbagai penyakit, termasuk jantung koroner.
Prof Dr dr Damayanti R Sjarif SpA(K) dari Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia mengatakan, memperbaiki yang sudah rusak bukan hal sederhana. Hal yang ditakuti soal stunting adalah terkait perkembangan otak dan risiko penyakit.
"Selain makan, tambah susu, distimulasi otaknya, dijalankan setengah mati, cuma sekian persen bisa diperbaiki, tapi yang penting anaknya jangan malanutrisi," kata Prof Damayanti dalam acara yang diselenggarakan aplikasi Tentang Anak, Selasa (5/4/2022).
Prof Damayanti mengimbau agar orang tua tidak terlambat memeriksakan anaknya. Jangan sampai anak sudah kurus, baru diperiksakan.
"Begitu melihat tanda-tanda awal, harus segera diatasi," kata Prof Damayanti yang merupakan dokter spesialis anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik.
Untuk mengetahui tanda awal ini, penting melakukan pemeriksaan rutin timbangan berat badan bayi di posyandu. Jika pertumbuhan anak tidak sesuai panduan, grafiknya datar atau sejajar dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), misalnya, maka harus segera ditangani dokter.
Prof Damayanti menjelaskan bahwa stunting bukan melulu dikarenakan tidak adanya asupan pada anak. Boleh jadi ada penyakit yang menyertainya, semisal TBC, sehingga penyerapan gizi tidak optimal dan itulah yang harus diobati terlebih dulu. Begitu pula jika mencurigai anak memiliki alergi, maka dokter akan mengusulkan asupan alternatif untuk si kecil.