Rabu 13 Nov 2019 07:08 WIB

Remaja Inggris Hidup dengan Paru-Paru Buatan karena Vape

Seorang remaja Inggris didiagnosis terkena pneumonitis hipersensitif akibat vape.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Nora Azizah
Kenaikan Cukai Vape. Aneka varian cairan rokok elektrik (vape) di Jakarta, Senin (29/1).
Foto: Republika/ Wihdan
Kenaikan Cukai Vape. Aneka varian cairan rokok elektrik (vape) di Jakarta, Senin (29/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang masih menganggap bahwa penggunaan vape cukup aman bagi kesehatan, terlepas dari berbagai temuan kasus berbahaya yang berkaitan dengan vaping. Belum lama ini, seorang remaja asal Inggris hampir kehilangan nyawa karena kebiasaan menghisap vape.

Kebiasaan menghisap vape membuat Ewan Fisher harus menggantungkan nyawanya dengan alat-alat medis di Nottingham University Hospitals NHS Trust. Alat-alat penunjang hidup ini dibutuhkan karena kebiasaan menghisap vape membuat Fisher terkena pneumonitis hipersensitif pada usia 16 tahun.

Baca Juga

Pneumonitis hipersensitif merupakan tipe reaksi alergi yang disebabkan oleh adanya inflamasi pada jaringan paru-paru. Saking beratnya kondisi Fisher, dokter sampai memberikan corporeal membrane oxygenation (Ecmo) yang merupakan paru-paru eksterior buatan untuk memasukkan oksigen ke dalam darah dan memompanya ke seluruh tubuh.

Fisher jatuh sakit setelah melakukan vaping selama empat hingga lima bulan saja. Sebelum dilarikan ke rumah sakit, Fisher mengalami beberapa gejala seperti demam selama satu minggu, batuk yang persisten dan kesulitan bernafas. Kondisi Fisher memburuk dengan cepat ketika ia mengalami kegagalan pernafasan.

10 hari setelah dirawat, kondisi Fisher menjadi sangat kritis dan ia mengalami pelemahan otot. Butuh perawatan hingga 14 bulan hingga kondisi Fisher kembali pulih. Kini, Fisher telah menginjak usia 19 tahun.

Melalui kasus Fisher, tim dokter mengungkapkan ada dua pelajaran yang bisa diambil. Salah satunya, orang-orang yang berminat untuk menghisap vape perlu memikirkan risikonya terlebih dahulu, khususnya untuk orang-orang dengan penyakit pernafasan atipikal. Kedua, anggapan bahwa vape lebih aman dibandingkan rokok justru membahayakan kesehatan masyarakat secara umum.

Fisher bukan satu-satunya remaja yang harus mengalami pengalaman hampir mati akibat kebiasaan menghisap vape. Beberapa kasus perawatan rumah sakit lain terkait vape juga ditemukan di Amerika.

"Bukti yang kami kumpulkan menunjukkan bahwa (vaping) itu yang menjadi penyebabnya. Saya tahu setidaknya satu kolega yang menemukan kasus serupa," terang konsultan respirasi anak Dr Jayesh Mahendra Bhatt, seperti dilansir Huffington Post, Rabu (13/11).

Saat ini, kebiasaan merokok telah menyebabkan hampir 220 kematian per hari di Inggris. Oleh karena itu, meski tidak bebas dari risiko, pemerintah Inggris mengungkapkan bahwa vape yang beredar dengan legal memiliki lebih sedikit risiko daripada rokok biasa. Akan tetapi, Inggris saat ini sedang kembali mengulas kebijakan terkait keamanan vape atau rokok elektronik dengan munculnya kasus-kasus terkait penggunaan vape.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement