Jumat 07 Dec 2018 12:36 WIB

Gaya Hidup Ala Barat Tingkatkan Risiko Kanker Usus

Anak muda cenderung makan ala barat yang rendah serat dan tinggi lemak.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ani Nursalikah
Daging steak
Foto: pixabay
Daging steak

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Anak muda saat ini lebih berisiko terkena kanker usus besar. Menurut dokter spesialis bedah digestif dari RS Bethsaida Eko Priatno, hal tersebut karena dipengaruhi gaya hidup anak muda yang cenderung lebih suka makan-makanan ala barat yang rendah serat dan tinggi lemak.

"Anak muda sekarang banyak konsumsi daging merah seperti steik. Zaman dulu jarang orang makan steik," kata Eko saat ditemui di RS Bethsaida, Rabu (6/12).

Baca Juga

Selain itu, mengonsumsi minuman beralkohol, merokok, obesitas, kurang olahraga, menderita familial adenomatous polyposis (FAP), dan memiliki keluarga dengan riwayat kanker usus besar juga dapat meningkatkan faktor risiko seseorang menderita kanker usus besar.

Kanker usus merupakan kanker ketiga yang paling sering terjadi di dunia dengan hampir 1,4 juta kasus baru didiagnosis pada 2012. Menurut Eko, kanker usus besar umumnya berawal dari polip yang bersifat jinak lalu berubah menjadi ganas karena tidak segera ditangani.

Pada stadium awal, kanker usus besar sulit dideteksi. Namun, kanker usus besar stadium awal tidak sering tidak menimbulkan gejala sehingga kebanyakan pasien baru mendapatkan diagnosis saat telah mencapai stadium lanjut.

Pada stadium lanjut biasanya pasien sudah mengalami sumbatan usus, keluhan perut buncit, kembung, tidak bisa buang air besar atau kentut dan disertai dengan muntah. Pasien juga sudah mengalami penurunan berat badan drastis dan sering mengalami nyeri perut.

Agar tidak mencapai stadium lanjut, diagnosa yang cepat tentunya sangat dibutuhkan. Dengan demikian pasien bisa tertangani lebih dini sebelum kondisinya semakin memburuk. Segera berkonsultasi ke dokter apabila mengalami tanda-tanda, seperti buang air besar (BAB) berdarah serta pola BAB berubah seperti diare berkepanjangan atau BAB tidak teratur.

Dokter biasanya akan melakukan deteksi klinis pada pola BAB, pemeriksaan kolonoskopi untuk melihat massa pada mukosa kolon dan biopsi untuk memastikan kanker atau bukan. "Bila hasil biopsi adalah kanker maka dilanjutkan dengan CT scan abdomen dan thorax untuk menentukan seberapa jauh kanker sudah menyebar," kata Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement