Kamis 26 Apr 2018 05:28 WIB

Soto Daging Rahayu Malang Berdiri Sejak 1928

Tak mudah untuk bisa bertahan hingga puluhan tahun di bisnis kuliner.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Indira Rezkisari
Soto daging Rahayu legendaris telah berdiri sejak 1928 di Kota Malang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Soto daging Rahayu legendaris telah berdiri sejak 1928 di Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tak mudah memang mempertahankan usaha kuliner selama berpuluh-puluh tahun di Indonesia. Terlebih lagi apabila usaha tersebut berdiri pada masa kolonial Belanda dan Jepang.

Soto Daging Rahayu merupakan salah satu usaha kuliner warga Kota Malang yang telah berdiri sejak 1928. Soto yang bertempat di Gang 7, Mergosono, Kedungkandang, Kota Malang, ini termasuk salah satu kuliner legendaris yang perlu dinikmati wisatawan. Apalagi rasa yang disuguhkan soto daging ini sangat gurih dan mengedepankan nuansa rempah yang begitu kuat.

Pemilik usaha Soto Daging Rahayu, Tutik Astuti, mengatakan, dagangannya didirikan oleh neneknya, Supiatun, sekitar 1928. Bersama suami sang nenek, dagangan itu awalnya berjualan dengan cara dipikul dan berkeliling lokasi. Selang satu tahun, mereka mulai menetap di Pasar Besar, Kota Malang.

"Awal jualan di Pasar Besar mulai 1929, dulu lokasinya di depan toko Santoso, depan Altara," kata perempuan yang kini berusia 60 tahun tersebut saat ditemui Republika.co.id di Kota Malang, Rabu (25/4).

Pada masa awal, Tutik mengaku sering mendapatkan kisah keluh kesah sang nenek dan kakek dalam berjualan. Karena tak diperbolehkan menjual daging, mereka hanya dapat menyajikan soto tempe. Tutik tak mengetahui secara pasti alasan daging begitu sulit ditemukan pada masa kolonial.

photo
Soto daging Rahayu legendaris telah berdiri sejak 1928 di Kota Malang

Pada saat berjualan, Tutik juga mendengar keluarganya agak kesulitan berjualan. Sang nenek dan kakek harus sembunyi-sembunyi menjajakan dagangannya pada masyarakat. Entah mengapa sosok kompeni begitu menakutkan bagi para pedagang kecil seperti nenek dan kakeknya. "Zaman merdeka baru kita bisa menggunakan daging pada soto kita," ujar Tutik.

Dari generasi pertama hingga dirinya, Pasar Besar (Pasbes) menjadi lokasi tetap berjualan keluarganya. Namun, sayangnya, karena kebakaran yang terjadi pada 2016, mereka harus pindah ke kediamannya yang berada di Kedungkandang. Ditambah lagi, saat ini jumlah pembeli di Pasar Besar lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tutik mengaku berat harus meninggalkan tempat yang telah lama dijadikan lokasi berjualannya. Namun, karena sejumlah faktor, mereka pun harus memindahkan warung ke halaman depan rumahnya.

Semenjak pindah lokasi, Tutik mengatakan, terdapat banyak hal yang telah diubah. Semula menggunakan arang dalam proses masak, lalu berubah memakai gas. Kondisi ini dilakukan demi menghemat pengeluaran memasak soto daging.

photo
Soto daging Rahayu legendaris telah berdiri sejak 1928 di Kota Malang

Setiap hari, kata Tutik, usaha kulinernya tersebut menghabiskan sekitar 60 kilogram arang. Dengan kata lain, dia harus mengeluarkan uang sekitar Rp 300 ribu per harinya untuk arang. Sementara itu, gas hanya menghabiskan uang sekitar Rp 18 ribu untuk dua hari.

Dengan pergantian cara tersebut, Tutik tak menampik adanya perubahan rasa pada soto dagingnya. Namun, dia memastikan kulinernya tersebut tetap nikmat dan gurih untuk dikonsumsi. Apalagi, dia melanjutkan, pembuatan nasi putihnya masih menggunakan cara tradisional, yakni memakai dandang.

Sementara dari segi daging, Tutik kini hanya perlu menyediakan sekitar satu sampai dua kilogram per harinya. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan saat dirinya berjualan di Pasar Besar, yakni 11 kilogram per hari. Meski demikian, Tutik menegaskan, penjualan soto dagingnya selalu habis setiap hari.

Kemudian, dari aspek harga, Tutik juga menguranginya dari Rp 12 ribu menjadi Rp 10 ribu per porsi. Keputusan ini dibuat karena dirinya menyesuaikan dengan para pembeli yang kini kebanyakan dari permukiman warga sekitar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement