Ahad 11 Feb 2018 18:26 WIB

Kue Puthu Lanang yang Melegenda di Malang Sejak 1935

Pelanggan puthu ini beragam, dari rakyat biasa hingga Megawati dan keluarga Cendana.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Indira Rezkisari
Warung Puthu Lanang menjajakan kue tradisional sejak 1935 di Jalan Jaksa Suprapto, Kota Malang.
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Warung Puthu Lanang menjajakan kue tradisional sejak 1935 di Jalan Jaksa Suprapto, Kota Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Rasa legit dan harum pandan begitu terasa saat mencicipi kue puthu yang berada di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kota Malang. Mengantri panjang dan menunggu lama dengan pelanggan lain nyatanya tak masalah apabila berhasil merasakan kue tradisional yang dijual oleh warung Puthu Lanang. Selain keberadaannya yang sudah lama, kue yang dijual warung ini juga nikmat dan murah untuk dinikmati.

Pemilik warung, Siswoyo (52) menerangkan, dagangan kue puthunya sudah ada di Jalan Jaksa Agung Suprapto sejak 1935. Didirikan oleh sang ibu, warung yang menjual kue puthu, klepon, lupis dan cenil ini masih menjadi favorit masyarakat Malang dan sekitarnya. Tak hanya warga lokal, warung yang dikenal dengan kue puthunya ini juga dikenal wisatawan luar negeri.

"Kalau yang dari lokal banyak yang datang ke sini, Jakarta dan lainnya. Luar negeri juga seperti wisatawan asing banyak ke sini," kata generasi kedua pemilik warung Puthu Lanang ini saat ditemui Republika.co.id, baru-baru ini.

Siswoyo menilai, melegendanya Puthu Lanang tak terlepas dari kontribusi para pelanggannya. Banyak dari mereka yang mengunggah kue jajanannya ke media sosial (medsos). Ditambah lagi terdapat peran media yang ikut membantu mempromosikannya.

Saking terkenalnya, ada beberapa pelanggan yang memesannya dari luar kota dan luar negeri. Pelanggan tersebut biasanya memesan sekitar 30 sampai 40 batang, baik dari lokal seperti Aceh, Jakarta dan sebagainya. Sementara untuk luar negeri, Siswoyo mengungkapkan, berasal dari Hong Kong dan beberapa negara terdekat lainnya.

"Kalau kue lupis biasanya awet empat sampai lima hari, asal tidak dimasukkan ke kulkas," ujar pria asal Malang ini.

Sebelum merebak di media sosial, dia menambahkan, jajanannya juga sudah dikenal wisatawan asing. Popularitas ini kemungkinan karena warung Puthu Lanang sudah cukup lama berada di Kota Malang. Dengan kata lain, sudah berada di Jalan Jaksa Suprapto sejak masa kolonial Belanda.

Selama menjual jajanan ini, Siswoyo mengatakan, bukan saja warga biasa yang membelinya. Beberapa tokoh nasional bahkan menjadikannya langganan saat mengunjungi Kota Malang. "Bu Megawati sejak kecil suka ke sini. Kalau pulang ke Blitar, biasanya suka ada ajudannya ke sini. Terus almarhum Kyai Haji Hasyim Muzadi dan sebagainya. Saya juga pernah tiga kali dipanggil keluarga Cendana untuk membuat puthu. Dan lagi, kue kami juga sering kami kirim ke hotel-hotel yang ada di Malang Raya," kata dia.

Lamanya berjualan puthu, Siswoyo tak menampik, ini bukanlah hal mudah untuk dipertahankan. Menurut dia, situasi ini dapat dimiliki warungnya lantaran prinsip sang ibunda yang selalu dipertahankan. Prinsip "Jual Mau Beli Mau" yang berarti jika ada keinginan kuat untuk menjual, maka pembeli akan berdekatan ini terus dipegang olehnya.

Di sisi lain, Siswoyo menilai, terdapat nilai lebih yang membuat warungnya bertahan hingga kini. Ia mengaku selalu berupaya menjaga kualitas terbaik dari jajanan yang dimilikinya. Semisal kue puthu, dia mengatakan, menggunakan beras tingkat pertama yang banyak penjual tak berani memakainya karena faktor harga.

"Dan untuk puthu dalam sehari kita menyiapkan 25 sampai 30 kilogram beras, dan Insya Allah ini selalu habis," jelasnya.

Selain puthu, dia menambahkan, klepon juga termasuk kue yang telah dijualnya sejak awal berdiri. Sementara kue lupis dan cenil masuk ke dalam daftar jajanan dalam beberapa waktu terakhir. Kue jajanan ini dibanderol sekitar Rp 10 ribu per porsi yang di dalamnya terdapat sembilan biji.

Siswoyo setidaknya berhasil menghabiskan 500 sampai 600 porsi dalam waktu tiga jam. Jumlah ini tidak hanya puthu, tapi juga termasuk kue lopis, klepon dan cenil. Kue-kue ini biasanya akan habis dalam waktu tiga jam dari jadwal buka pada pukul 16.45 WIB. Oleh karena itu, para pembeli sangat disarankan untuk memesan lebih awal agar tak kehabisan.

photo
Warung Puthu Lanang menjajakan kue tradisional sejak 1935 di Jalan Jaksa Suprapto, Kota Malang.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement