Jumat 29 Jul 2016 06:30 WIB

Nonton Festival Jazz di Rotterdam

Performans Concert Jazz Band Corservatorium van Amsterdam dengan komposer Bill Holman
Foto:
Pengunjung yang lelah bisa relaksasi dengan berfoto gratis sambil mengenakan atribut yang disediakan panitia.

North Sea Jazz selalu diadakan pada pekan kedua di bulan Juli. Untuk tahun ini berlangsung tiga hari, 7-9 Juli 2016, bertepatan dengan laga final Piala Eropa. Festival ini kali pertama diadakan pada 1976 di Den Haag, Ibu Kota Belanda. Namun sejak 2006 pindah ke Rotterdam, sebuah kota pelabuhan. Selain kotanya lebih besar juga karena venuenya jauh lebih luas. Namun yang utama, Statenhal, venue di Den Haag dirobohkan. Jika penyelenggaraan pertama hanya dikunjungi sembilan ribu penonton, kini bisa dikunjungi 70 ribu penonton. Pada penyelenggaraan pertama hanya menyajikan enam panggung dan 300 musisi. Kini memiliki 13 panggung, 150 performans, dan sekitar seribu musisi. Sebuah pergelaran yang akbar.

Usianya yang sudah memasuki 40 tahun telah menjadikan festival jazz ini berada dalam kalender tetap personal penggemar jazz. Mereka tak hanya datang dari penjuru Belanda tapi juga dari penjuru Eropa. Maklum benua ini berupa kontinen dan memiliki infrastruktur transportasi antarnegara yang bagus. Hal ini membuat warga Eropa bisa mudah bergerak lintas negara. Penonton North Sea Jazz juga datang dari manca negara, khususnya para musisi dan penggemar jazz.

Saat kami memasuki pintu masuk Ahoy Rotterdam, gedung tempat penyelenggaraan North Sea Jazz, antrean sudah mengular hingga di luar gedung. Berdiri pada 1971, gedung yang telah berusia 45 tahun lebih – bahkan berusia bisa lebih tua jika dihitung sejak rekonstruksi Pasca Perang Dunia II – ini merupakan salah satu venue terbesar di dunia. Biasa digunakan untuk konferensi, pertandingan olahraga, pesta, teater, auditorium, dan konser. Memasuki lobi, terdapat sejumlah ramp dari besi untuk memeriksa tiket pengunjung. Semua didata secara digital sehingga cukup dipindai saja. Di dalam kita bisa naik ke balkon atau di lantai satu untuk memilih 13 panggung. Untuk tiket umum disediakan pangggung-panggung. Ada yang di luar gedung, ada yang berupa hall yang dilengkapi tribun penonton di bagian belakang, dan ada pula yang harus dengan tiket khusus untuk pertunjukan yang tertutup.

Panitia juga menyediakan kafe-kafe dengan beragam menu makanan. Sebagian gratis, khususnya minuman. Namun umumnya berbayar. Tapi tidak ada pembayaran cash atau debit. Semua harus membeli semacam koin seperti dalam permainan time zone. Salah satu makanan yang banyak diserbu penonton adalah sate, makanan khas Indonesia. Juga terdapat konter-konter yang menjual pernak-pernik merchandise maupun album-album rekaman jazz.

Pembagian panggung, sistem tiket, maupun kafe-kafe sudah diterapkan dalam Java Jazz. Yang membedakan adalah suasananya. Pengunjung Java Jazz umumnya datang semata-mata untuk menonton pertunjukan. Sedangkan pengunjung North Sea Jazz untuk berlibur. Apalagi penyelenggaraan memang dilakukan di musim liburan dan 'musim panas', bagi orang Indonesia ukuran panas di sana sebetulnya masih sejuk dan juga sinar matahari yang teduh. Mereka bisa seharian kongkow, makan, istirahat, dan menonton pertunjukan. Suasananya sangat santai. Mereka datang bergerombol bersama teman-teman ataupun bersama keluarga.

Ada satu keunggulan yang dimiliki panitia Java Jazz. Mereka memiliki back drop untuk berfoto bagi pengunjung. Hal ini justru tak ditemukan di North Sea Jazz.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement