Jumat 03 Jun 2016 09:20 WIB

Menikmati Kopi 'Pungut' Toratima

Rep: Pryantono Oemar/ Red: Indira Rezkisari
Kopi toratima yang sedang disangrai.
Foto:
Woku

Makan malam, suguhan lauk yang menyedot perhatian adalah woku dan ikan. Woku adalah masakan khas Sigi berupa daging ayam yang dipotong-potong kecil lantas ditumis dengan bumbu rempah. Esok siangnya, woku dan ikan juga menjadi santapan kami. Di sawah, masyarakat Mapahi biasa pelihara ikan.

Evangline, yang memasak buat kami memberikan resep woku. ‘’Jumlah bumbunya tergantung besar kecilnya ayam,’’ ujar Evangline.

Air yang dibutuhkan juga tergantung pada tua-mudanya ayam. Jika ayam tua yang dimasak woku,maka membutuhkan air yang banyak, agar dagingnya menjadi empuk. Airnya dimasak sampai tinggal sedikit.

Bumbu yang dibutuhkan, menurut Evangline yaitu kunyit satu rimpang, jahe sdatu rimpang, bawang merah dan bawang ptih secukupnya, rica sesuai sesuai selera, kemangi, daun lemon 2-3 lembar, vetsin. ‘’Bumbu ditumis, baru ayam yang sudah dipotong-potong dimasukkan,’’ ujar Evangline.

Woku sudah menjadi menu keseharian di Mapahi. ‘’Kalau ada acara makan bersama, bingka yang dibawa masing-masing keluarga berisi nasi dan lauk, biasanya ikan atau woku,’’ ujar Yeni, tetangga Evangline.

Makan bersama di Mapahi biasanya dilakukan untuk bersyukur atas panen yang diperoleh. ‘’Habis panen, pada pengucapan syukur hasil bumi, kita biasa makan bersama,’’ ujar Kepala Adat Mapahi, Paulus M Pasa. 

Makan bersama juga diadakan sebelum mulai masa tanam dan saat memulai panen. Dalam bahasa Uma, makan bersama dikenal dengan istilah ngkoni dohea. Warga Desa Mapahi merupakan subetnis Uma, bagian dari etnis Kulawi.

‘’Ada yang ngkoni lohea, untuk makan bersama di jalan,’’ ujar Tarusu, warga Mapahi. ‘’Biasanya, kalau bepergian kita bawa bekal dari rumah, di tengah perjalanan lalu kita makan bersama-sama,’’ tambah Yeni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement