REPUBLIKA.CO.ID, Fenomena wanita ke pria-priaan (tomboy) dan pria ke wanita-wanitaan atau cenderung feminin semakin banyak. Kenyataannya, anak tidak bisa memilih terlahir sebagai "apa". Namun, "siapa" seorang anak menjadi merupakan bentukan lingkungannya.
Kerap kali, pria dengan kecenderungan menyukai sejenisnya terbentuk dari kurangnya perhatian dan gambaran akan sosok laki-laki dari ayahnya. Akibatnya, anak mencari sosok pria pada orang lain.
Saat gelagat anak laki-laki feminin sudah mulai muncul di masa anak-anak, menurut psikolog Edward Andriyanto Soetardhio, biasanya ayah cenderung menolak kehadiran anak laki-lakinya yang dianggap tidak wajar. Tapi sang bunda, akan lebih menerima. Kenapa? Karena ibu adalah sosok yang selalu bersama anak sejak kecil. Maka, ketika ayah memilih mengirim anaknya ke suatu tempat, pesantren misalnya karena merasa malu, ibu anak menolak.
Atau ketika ayahnya mencoba mengubahnya dengan memasukkan anaknya pada sekolah khusus pria, anaknya justru menjadi bulan-bulanan dan menjadi korban bullying. “Anaknya digampar, kamu keperempuanan! Ini salah mama,” ujar Andriyanto mengikuti adegan yang pernah dilihatnya.
Kemudian istri akan membela, siapa yang tidak penah hadir di rumah. Siapa yang saat anaknya curhat justru diabaikan, saat anaknya mengajak pergi selalu dijawab tidak bisa. Sehingga anak tidak punya orientasi bagaimana layaknya seorang pria tumbuh.
“Jika ayahnya di rumah, dia bisa meniru bagaimana seorang pria itu,” ujar Andriyanto.
Dia bisa berbagi cerita bagaimana masa kecilnya hingga tumbuh menjadi laki-laki yang kuat dan ayah yang sempurna di mata anaknya. Atau melakukan aktivitas seperti bersepeda bersama, mencuci mobil bersama, atau bermain ke bengkel. Akan banyak hal-hal yang bisa dilakukan tanpa harus banyak bicara tapi dalam bentuk tindakan.
Tidak adanya keterlibatan peran ayah bukan saja berdampak negatif. Ada saat justru seringkali anak membuat masalah-maslah kecil untuk mendapatkan perhatian dari ayahnya. Sampai akhirnya terbiasa membuat masalah kecil, hingga mulai merambah pada tindakan kriminal.
Jika saja ayah hadir dalam tumbuh kembangnya, ayah dapat menerapkan dan melatih pola kedisiplinan di rumah. Ayah juga bisa menyeimbangkan pergaulan anak lakinya dan tetap menjadi pengarah yang baik, jika hubungan emosional tetap terjalin.