Jumat 04 Jul 2025 12:22 WIB

Karakter AI 'Nyeleneh' Dinilai Berpotensi Kacaukan Logika Anak

Pernah melihat karakter tung tung tung sahur dan balerina cappucino?

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Anak laki-laki melihat konten anomali (ilustrasi). Konten anomali brainrot memiliki potensi serius terhadap perkembangan anak dan remaja.
Foto: Dok. Freepik
Anak laki-laki melihat konten anomali (ilustrasi). Konten anomali brainrot memiliki potensi serius terhadap perkembangan anak dan remaja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Karakter anomali seperti manusia berwujud pentungan kayu (tung tung tung sahur), hiu memakai sepatu, atau cappuccino berkepala balerina begitu populer di media sosial. Namun di balik kelucuannya, konten anomali brainrot disebut memiliki potensi serius terhadap perkembangan anak dan remaja.

Pakar perkembangan anak dari IPB University, dr Melly Latifah, mengatakan konten absurd berisiko mengacaukan pemahaman terhadap realitas terutama pada anak usia dini yang masih berada pada tahap praoperasional. Selain itu, narasi yang tidak koheren dapat menghambat pemahaman struktur bahasa anak.

Baca Juga

"Anak-anak belum mampu membedakan fantasi dan kenyataan. Visual yang 'hiper-absurd' dapat memicu pelepasan dopamin secara berlebihan yang berdampak pada fokus dan emosi," kata dia dalam keterangan tertulis, dikutip pada Jumat (4/7/2025).

Sementara itu, pada kalangan remaja, paparan konten absurd secara terus-menerus dapat membentuk pola pikir tidak logis. Paparan berlebihan menguatkan pola pikir "semakin tidak masuk akal, semakin menarik". Hal ini kemudian bisa mengurangi kemampuan berpikir sistematis.

Meski demikian, jika dikelola dengan pendekatan yang tepat, konten absurd tidak sepenuhnya berbahaya. la menyebut bahwa dalam kondisi tertentu, konten seperti ini dapat merangsang kreativitas dan fleksibilitas berpikir.

"Bagi balita, orang tua harus memberi penjelasan. Katakan saja, 'Ini hanya khayalan Al semata. Dalam dunia nyata, ikan hiu tidak memakai sepatu'," ujarnya.

Adapun bagi remaja, konten ini justru bisa menjadi sarana melatih kemampuan mengenali pola atau pattern recognition. "Konten absurd menciptakan semacam 'cognitive playground' yang melatih deteksi anomali, keterampilan yang sangat penting di era banjir informasi saat ini," kata dia.

Untuk melindungi anak dari dampak negatif yang ditimbulkan, dr Melly menyarankan enam langkah yang dapat dilakukan orang tua. Pertama, bangun literasi digital. Orang tua perlu menjelaskan bahwa konten AI bukanlah realitas.

Kedua, batasi akses. Aktifkan restricted mode, dengan membatasi durasi misalnya 5 menit per hari, dan hindari penggunaan gawai satu jam sebelum tidur. Lalu ketiga, ubah konsumsi pasif jadi aktif dengan mengajak anak menganalisis konten absurd.

“Cara keempat yaitu dengan melatih cognitive anchoring. Hubungkan konten absurd dengan fakta, seperti, "Hiu tidak berkaki, kan?" kata Melly.

Selanjutnya, orang tua perlu memberikan edukasi bahaya absurditas. Jelaskan bahwa konsumsi berlebihan bisa mengubah jalur saraf, layaknya makan permen secara terus-menerus. Keenam, lakukan digital detox dengan mematikan internet selama 3-7 hari apabila konsumsi sudah tak terkendali dan ganti dengan aktivitas fisik atau sosial langsung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement