REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak yang mengalami tantrum karena gawai bisa jadi tanda awal kecanduan atau adiksi. Psikolog klinis dan keluarga Pritta Tyas, MPsi, mengatakan ketika anak mengalami kecemasan saat dijauhkan dari gawainya, itu menjadi salah satu gejala adiksi atau kecanduan.
"Harus ada yang dibetulkan dulu, berarti mungkin dia udah ada tanda-tanda adiksi, kalau sampe tantrum, ya," ujar psikolog klinis lulusan Universitas Gadjah Mada itu dalam sesi diskusi di Jakarta, Kamis (3/7/2025) malam.
Gejala lain adiksi gawai seperti anak kehilangan minat untuk melakukan sesuatu yang biasanya diminati hingga sulit memikirkan apa yang bisa dilakukannya selain bermain dengan gawai. Gejala tersebut timbul akibat anak kekurangan gerak, kurang bermain di luar ruangan sehingga dia hanya bisa memikirkan permainan yang melibatkan ponsel.
"Orang tuanya mungkin kurang mendampingi atau terlalu kecil usia ketika dikasih gawai," kata Pritta.
Pritta menyampaikan ketika anak sudah mengalami gejala itu orang tua sebaiknya mengambil gawai tersebut. Langkah yang bisa dilakukan orang tua ketika menghadapi tantrum adalah pastikan keamanan anak hingga ikut menemaninya.
Setelah itu, biarkan anak meluapkan emosinya seperti membiarkan menangis hingga tunggu sampai dia tenang, lalu bisa memberikan bantuan secara fisik. "Validasi emosinya, contohnya 'mama tahu, papa tahu kamu marah, tapi sekarang waktunya udah habis'. Tunggu sampai dia lebih tenang, baru nanti tawarkan minum atau mau mengeringkan badan," Pritta menjelaskan.
Pritta menyarankan anak sebaiknya baru mulai menonton konten digital dengan pendampingan pada usia minimal 3 tahun, dengan durasi 15 menit sekali dan maksimal 1 jam per hari.
Kemudian, anak diperbolehkan memainkan gawai disarankan pada usia 4-5 tahun. Sedangkan untuk memiliki gawai sendiri sebagai hak milik, idealnya pada usia 8-9 tahun, ketika anak sudah mulai sekolah dan membutuhkan perangkat pribadi untuk tugas-tugasnya.
Pritta menambahkan dalam mencegah anak mengalami adiksi gawai, hal yang bisa dilakukan orang tua adalah harus mencari alternatif kegiatan lain. Seperti mengajak bermain di luar ruangan atau bermain sesuatu yang tidak menatap layar, serta bisa menjelaskan pada anak terkait fitur yang akan diterapkan dalam penggunaan gawai seperti parental control (kontrol orang tua).
"Harus ada kesepakatan bahwa misalnya gawai ini tidak dibawa ke dalam kamar, hanya boleh digunakan di ruang keluarga atau di kamar orang tuanya dan batas penggunaan maksimal pada jam berapa," katanya.