Selasa 29 Apr 2014 08:21 WIB
Kunjungan ke Australia

Berkenalan dengan Sydney

Sydney Opera House
Foto: Fernan Rahadi/Republika
Sydney Opera House

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fernan Rahadi

Ciiiit... Bunyi decit mesin Bus Murrays yang nyaring tiba-tiba membuat saya terjaga. Saya lihat sekeliling. Orang-orang di sekitar saya mulai berdiri dan mengemasi barang-barangnya. Saya pun langsung turun dari bus yang mengangkut saya dari Canberra itu.

Sydney Central, Jumat (28/3). Waktu saat itu menunjukkan pukul 10.30. Itulah tempat dimana saya pertama kali menginjakkan kaki di Sydney, Australia. Setelah mengambil kopor dari bagasi, saya dan dua orang teman seperjalanan langsung mencegat sebuah taksi yang saat itu terlihat melintas.

"Darling Harbour, 70 Murray Street," kata teman saya kepada sang sopir. "Okay," jawabnya singkat. Pria 30-an akhir itu tampak seperti sopir-sopir lainnya yang saya temui selama saya berada di Australia. Berseragam rapi, necis, dan ramah tentunya. Bedanya, sopir yang ini berkulit kuning dan bermata sipit.

Sebelum saya sempat bertanya dari mana asalnya, ia sudah mengeluarkan pertanyaan yang cukup mengejutkan. "Dari Indonesia ya?" katanya dengan bahasa Indonesia yang fasih. Sontak, kami bertiga pun kaget mendengarnya. Ternyata, ia berasal dari Jakarta.

Andre (39 tahun) sudah berada di Australia sejak tahun 1997 silam. Awalnya, ia tinggal di Perth. Akan tetapi, sejak 2001 ia pindah ke Melbourne. "Di Perth terlalu sepi. Lebih enak di sini," katanya.

Bagi warga Jakarta seperti Andre, suasana Sydney memang tidak asing, terutama jika telah mengunjungi kota-kota lain seperti Perth, Canberra, dan Melbourne. Sama seperti Jakarta, Sydney juga penuh dengan manusia dan kemacetan lalu lintas meskipun tentunya tidak separah di ibu kota Indonesia.

Sydney adalah kota paling padat di Australia. Berdasarkan data Australian Berau of Statistics (ABS) per Juni 2012, jumlah penduduk di kota tersebut sebesar 4.667.2883 atau 20,91 persen dari total populasi di Negeri Kanguru.

Andre pun mengaku menyukai Sydney karena hampir segala hal bisa ditemukan di kota tersebut, mulai dari makanan halal, tempat peribadatan, hingga komunitas Indonesia. Itulah yang membuatnya mempertahankan kewarganegaraan Indonesianya meskipun sebenarnya kewarganegaraan Australia bisa diperoleh setelah tinggal di sana selama dua tahun.

Saya pun menyadari kebenaran perkataan Andre saat kami tiba di Holiday Inn Darling Harbour, penginapan kami selama tiga hari ke depan. Wilayah tersebut ternyata berbatasan langsung dengan Sydney's Chinatown, area yang dipenuhi dengan keberadaan para ekspatriat asal Cina, Hong Kong, dan Taiwan.

Hanya beberapa blok dari tempat kami menginap, saya menemukan sebuah restoran Indonesia bernama 'Shalom Indonesian Restaurant'. Lidah yang jenuh dengan masakan-masakan Barat pun terpuaskan dengan menu-menu seperti ikan bakar, ayam goreng, dan sop iga.

Waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 dan saya belum menunaikan ibadah Shalat Jumat. Beruntung, berdasarkan informasi di peta, di wilayah Darling Harbour terdapat mushola yang terletak di Erskine Street. Setelah berjalan 2-3 blok lagi, saya dan dua orang kawan akhirnya menemukan gedung setinggi dua lantai tersebut.

Mushola terletak di lantai dua gedung tersebut. Sedangkan lantai pertama dipakai sebagai ruang konferensi. Tertera dalam sebuah tulisan di papan tulis putih bahwa Shalat Jumat dilaksanakan selama dua kali, yakni pukul 13.15 dan pukul 14.00. Mayoritas jamaah adalah orang-orang dari Timur Tengah.

Saat mengantre untuk berwudhu di sebuah toilet kecil, saya berkenalan dengan Mujahid (30), seorang pria asal Bangladesh. "Subhanallah," kata pria berjanggut hitam panjang itu saat saya memperkenalkan diri berasal dari Indonesia. Tidak seperti Andre, Mujahid sudah menjadi warga Australia meskipun baru pindah enam tahun lalu dari kampung halamannya.

Mujahid mengaku bahagia menjadi warga Australia meskipun Muslim menjadi minoritas, berbeda dari negara asalnya dimana 90 persen beragama Islam. Di Sydney, Muslim hanya sebesar 4 persen dari total populasi sebesar 3.641.424 (Sensus 2011). Katolik merupakan agama mayoritas sebesar 29,2 persen.

Usai menunaikan ibadah, orang-orang saling bersalaman dan mengobrol. Nyaris tidak ada yang langsung meninggalkan tempat seusai beribadah. "Di sini kami, orang-orang Muslim, adalah keluarga. Semuanya saling mengenal," kata Mujahid.

Sayang, saya tidak bisa berlama-lama berada di mushola tersebut. Kami bertiga sudah memiliki jadwal untuk bertemu dengan enam rekan satu rombongan yang lain di Taronga Zoo, sebuah kebun binatang terletak di suburb Mosman. Hanya lima menit dari Erskine Street dengan menggunakan taksi, kami tiba di Circular Quay, pelabuhan yang terletak di sebelah selatan Sydney Central Business District.

Meskipun perjalanan ke Taronga Zoo bisa ditempuh lewat jalan darat dengan cara mengitari pelabuhan, kami lebih memilih memakai ferry yang lebih mempersingkat waktu. Cukup dengan 5 dolar Australia (Rp 50 ribu), kami bisa mencapai tempat tujuan sekaligus mendapatkan foto-foto spesial dengan background Sydney Harbour Bridge dan Sydney Opera House.

Taronga Zoo adalah tempat yang cukup unik. Untuk masuk ke dalam lahan seluas 21 hektare tersebut, anda harus terlebih dulu menaiki Sky Train, kereta gantung seperti yang ditemui di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di dalam, anda bisa melihat 2.600 binatang dari 340 spesies. Kangguru dan Koala adalah dua binatang unik yang bisa ditemui di kebun binatang yang pertama kali dibuka pada 1916 tersebut.

Matahari sudah hampir tenggelam saat kami selesai berkeliling di Taronga.Kami kemudian mengunjungi Watson's Bay dengan menumpang Water Taxi, sebuah taksi untuk perjalanan di atas air. Watson's Bay, adalah wilayah pinggir pelabuhan yang terletak di ujung peninsula South Head. Di pinggir Pantai Camp Cove, kami serombongan menyantap hidangan sea food khas Australia.

Setelah balik lagi dengan Water Taxi ke Circular Quay, kami kembali ke hotel tempat kami menginap dengan berjalan kaki. Tidak bisa dipungkiri, seluruh badan terasa pegal-pegal karena kelelahan. Akan tetapi saya sudah siap menjalani petualangan berikutnya keesokan hari: memanjat Sydney Harbour Bridge serta mengunjungi bangunan paling terkenal di Australia, Sydney Opera House.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement