Kamis 27 Nov 2025 16:38 WIB

Dokter Ungkap Gejala Anemia yang Diam-Diam Rusak Saraf dan Otak Anak

Anemia defisiensi besi bukan sekadar masalah kurang darah.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Anak mengalami anemia (ilustrasi). Anemia Defisiensi Besi (ADB) bukan sekadar menyebabkan tubuh lemas, tetapi memiliki dampak neurologis jangka panjang yang harus diwaspadai sejak dini.
Foto: Pixabay
Anak mengalami anemia (ilustrasi). Anemia Defisiensi Besi (ADB) bukan sekadar menyebabkan tubuh lemas, tetapi memiliki dampak neurologis jangka panjang yang harus diwaspadai sejak dini.

REPUBLIKA.CO.ID. JAKARTA -- Kesehatan optimal di masa tumbuh kembang anak dinilai sangat bergantung pada asupan nutrisi yang memadai, dan zat besi merupakan salah satu pilar utamanya. Namun, banyak orang tua tanpa sadar mengabaikan sejumlah gejala halus Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada anak, padahal kondisi ini berpotensi serius memengaruhi perkembangan saraf dan otak mereka.

Peringatan ini disampaikan oleh dokter spesialis anak lulusan Universitas Gadjah Mada, dr Devie Kristiani, Sp.A. Menurut dia, ADB bukan sekadar menyebabkan tubuh lemas, tetapi memiliki dampak neurologis jangka panjang yang harus diwaspadai sejak dini.

Baca Juga

“Anemia defisiensi besi bukan sekadar masalah kurang darah. Kondisi ini berdampak langsung pada perkembangan saraf dan otak," kata Devie dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (27/11/2025).

Wanita yang kini praktik di RS Bethesda Yogyakarta itu menjelaskan gejala anemia pada anak dapat dilihat dari wajah yang tampak pucat, mudah lelah, lesu, atau kurang aktif. Gejala lain yang perlu diwaspadai meliputi berat badan sulit naik, pertumbuhan terlambat, penurunan nafsu makan, hingga kebiasaan memakan benda bukan makanan seperti tanah atau es batu (pica).

Penyebabnya pun beraneka macam seperti asupan makanan yang rendah zat besi, penyerapan zat besi yang tidak optimal, atau kehilangan darah akibat infeksi kronis. Beberapa kelompok anak memiliki risiko lebih tinggi, seperti bayi prematur, anak dengan ibu yang mengalami anemia selama kehamilan, serta anak yang mengonsumsi Makanan Pendamping ASI (MPASI) rendah zat besi.

Faktor gaya hidup juga turut berkontribusi. Konsumsi teh, kopi, atau coklat dapat menghambat penyerapan zat besi di usus. Sebaliknya, penyerapan dapat ditingkatkan melalui konsumsi vitamin C dan susu pertumbuhan yang difortifikasi zat besi.

Mengutip sebuah studi, Devie mengingatkan bahwa anak yang terkena ADB berisiko memiliki skor kognitif, kemampuan psikomotor, serta konsentrasi yang lebih rendah dibanding anak dengan kadar zat besi yang cukup. Hal ini berpengaruh pada kesiapan mereka belajar di sekolah dan performa akademik dalam jangka panjang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement