Selasa 18 Nov 2025 21:40 WIB

Veronica Tan Ingatkan Pemberitaan Nggak Hati-Hati Bikin Trauma Anak Memburuk

Dia memberikan contoh seperti kasus Gus Elham dan juga ledakan di SMAN 72 Jakarta.

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
ilustrasi perlindungan anak-anak terancam. Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA) Veronica Tan menyoroti pentingnya perlindungan anak menjadi yang menjadi korban dalam serangkaian konten viral.
Foto: Republika/Daan Yahya
ilustrasi perlindungan anak-anak terancam. Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA) Veronica Tan menyoroti pentingnya perlindungan anak menjadi yang menjadi korban dalam serangkaian konten viral.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Digitalisasi memunculkan tantangan serius terkait etika dan privasi, terutama yang menyangkut anak-anak. Belakangan ini, serangkaian konten yang menjadi viral di media sosial, termasuk kasus yang melibatkan nama Gus Elham, telah menyoroti kerentanan anak sebagai objek dan korban dalam pusaran popularitas online.

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA) Veronica Tan menyoroti pentingnya perlindungan anak menjadi yang menjadi korban dalam serangkaian konten viral, termasuk kasus terkait Gus Elham. Dia mengatakan dalam melakukan komunikasi publik semua pihak, baik pemerintah, pers, sekolah, dan masyarakat, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa narasi publik selalu berpihak pada kepentingan terbaik anak.

Baca Juga

"Ujungnya adalah perspektif anak. Semacam kasus-kasus yang kita lihat viral dalam beberapa bulan terakhir ini menunjukkan sangat jelas bahwa ketika narasi publik tidak terkendali dengan perspektif perlindungan anak, maka anak kembali lagi menjadi korban dan berkali-kali," ujarnya.

Dia memberikan contoh seperti kasus yang melibatkan Gus Elham atau Elham Yahya yang videonya mencium seorang anak perempuan viral di beragam media sosial. Secara khusus Veronica Tan mengkritisi wajah anak yang terlihat jelas dan terekspos ke publik.

"Akibatnya anak tetap terekspos tanpa perlindungan, pelaku tidak tersentuh hukum, dan ini sangat berbahaya karena memberi pesan bahwa tindakan seperti itu bisa dilakukan lagi tanpa konsekuensi," ujar Wamen Veronica Tan.

Tidak hanya itu Veronica juga memberikan contoh terkait kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta yang melibatkan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), terutama pemberitaan terkait dugaan perundungan terhadap ABH. "Fokus diskusi publik yang bergeser justru berpotensi menormalisasi kekerasan sebagai bentuk pembenaran atau balasan. Lebih jauh lagi beberapa anak yang dimintai keterangan tidak didampingi orang dewasa, Ini melanggar prinsip perlindungan anak dan berisiko memperburuk trauma," ucap Wamen Veronica Tan.

Dua contoh itu, kata dia, memperlihatkan satu pola besar ketika pemberitaan atau unggahan viral tidak menggunakan perspektif perlindungan anak. Veronica Tan mengingatkan bahwa ketidakhati-hatian dalam narasi publik tidak hanya akan berdampak terhadap anak yang bersangkutan, tapi juga ekosistem sosial secara keseluruhan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Ameera Network (@ameeranetwork)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement